Jakarta (ANTARA) - Polres Metro Jakarta Barat meminta keterangan saksi ahli hukum pidana Yuni Ginting terkait kasus dugaan investasi bodong senilai Rp2,2 miliar.
Kasus tersebut dilaporkan oleh korban bernama Eddi Halim sejak tahun lalu karena merasa ditipu oleh dua orang berinisial MHS dan NT. Namun, hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan oleh penyidik.
Yuni Ginting di Mapolres Metro Jakbar, Senin, menyebut, dirinya dimintai keterangan terkait alat bukti dan keterangan lainnya terkait kasus dugaan investasi bodong tersebut.
“Agenda saya hari ini, dimintai keterangan sebagai saksi ahli hukum pidana terkait dengan dokumen-dokumen dan keterangan terkait kasus dugaan investasi bodong ini,” katanya.
Menurut dia, dokumen percakapan WhatsApp berupa iming-iming dan bukti transfer merupakan salah satu bukti atau petunjuk berdasarkan aspek yuridis yang mengacu kepada Undang-Undang ITE Pasal 5 Ayat 1.
Baca juga: Ada aksi damai di depan Polres Jakbar terkait kasus investasi bodong
“Saya memandang memang berdasarkan yuridisnya, yang dilampirkan tadi adalah sebagai bukti, petunjuk kalau misalnya kita mengacu kepada Undang-Undang ITE Pasal 5 Ayat 1,” ucap Yuni.
Dengan dasar yuridis tersebut, dua alat bukti yang disodorkan kuasa hukum pelapor kepada penyidik sudah cukup menjadikan terduga terlapor menjadi tersangka.
Sementara itu, pengacara korban, Hendricus Sidabutar turut mendampingi saksi ahli hukum pidana yang diminta dihadirkan oleh penyidik.
Hendricus mengatakan, dua alat bukti yang sudah diajukannya kepada penyidik sudah cukup untuk menentukan terduga pelaku sebagai tersangka.
Ia merinci, dalam percakapan di WhatsApp itu sudah ada iming-iming, keuntungan 11 persen yang ditawarkan terlapor kepada kliennya.
Menurutnya, percakapan itu adalah bukti digital berdasarkan pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang ITE serta bukti transferan uang kepada terduga pelaku.
“Jadi, menurut pandangan kami, dua alat bukti itu cukup untuk menentukan si terduga pelaku menjadi tersangka. Termasuk, keterangan saksi ahli hukum pidana yang hari ini dimintai oleh penyidik. Pokoknya dari pihak kita sudah diperiksa semuanya,” kata dia.
Sebagai pengacara korban, Hendricus meminta pihak kepolisian untuk segera menentukan sikap, mengambil kepastian hukum, serta menentukan terduga pelaku menjadi tersangka, ditangkap dan ditahan.
Namun, ia melihat ada diskriminasi kasus yang ia tangani ini dengan kasus serupa selama ini yang selalu diproses cepat oleh Polres Jakbar.
“Tapi khusus untuk kasus kami ini sedikit agak menjadi kebingungan kami, kenapa ini menjadi diskriminasi buat kasus kami. Harusnya dengan bukti yang cukup banyak, dengan proses waktu yang sudah hampir setahun, polisi harus mengambil tindakan tegas, sikap dan kepastian hukum. Mengingat rasa keadilan bagi masyarakat kasus ini,” tutur dia.
Baca juga: Ini tips Polda Metro Jaya hindari jebakan investasi bodong
Baca juga: OJK tutup 10.890 investasi bodong hingga pinjol ilegal
Diketahui, peristiwa dugaan investasi bodong ini terjadi pada tahun 2023. Saat itu korban ditawarkan keuntungan sebesar 11 persen untuk pengembangan investasi oleh terlapor MHS dan NT hingga akhirnya menyetorkan dana investasinya dengan nilai total sebesar Rp2,2 miliar.
Kedua terlapor pun berjanji akan mengembalikan uang investasi itu satu tahun kemudian. Namun, satu tahun kemudian atau pada Juni tahun 2024, korban tidak juga memperoleh keuntungan.
Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.