loading...
JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti membeberkan perbedaan Sistem Penerimaan Murid Baru ( SPMB ) 2025 dengan sistem lama, Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB ). Mu'ti mengatakan, SPMB merupakan perbaikan dari PPDB.
"Jadi, sistem yang kita kembangkan ini selain berdasarkan pada konstitusional yang saya sebutkan, juga dengan melihat praktik pelaksanaan PPDB 2017-2024 yang di dalamnya kami temukan beberapa permasalahan yang kita perbaiki," ujar Mu'ti di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Menurutnya, landasan hukum SPMB sebagai hak konstitusional bagi setiap warga negara di bidang pendidikan berlandaskan pada UUD 1945 alinea keempat, UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2). Lalu, poin keempat Astacita Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka.
"Lalu, UU Nomor 39 Tahun 99 tentang HAM, khususnya pasal 12, kemudian UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1), UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, khususnya Pasal 10," tuturnya.
Mu'ti menerangkan, SPMB 2025 diterapkan berdasarkan sejumlah persoalan yang dihadapi PPDB. Pertama, dari sisi akademik terjadi penurunan kualitas sekolah unggul karena heterogenitas intake murid dan banyak murid yang mengundurkan diri. Dari sisi administrasi, terdapat pemalsuan dokumen persyaratan, antara lain dokumen domisili, sertifikat prestasi olahraga/seni, dan lainnya.
Lalu, penafsiran panduan yang berbeda-beda, perbedaan standar rapor antarsekolah dan antardaerah, sebagian sekolah swasta kekurangan/tidak memiliki murid, sekolah negeri menerima murid melebihi daya tampung. Berikutnya, dari segi potensi penyimpangan, proses proses seleksi kurang/tidak akuntabel, transparansi proses PPDB yang lemah, tidak patuh pada juknis pusat dan daerah.
Selanjutnya, akar masalah, mulai dari kesenjangan mutu pendidikan, persepsi sekolah negeri lebih murah, hingga intervensi kepentingan kelompok tertentu.
Perubahan substansi SPMB, pertama dari sisi filosofi, fokus utama pemerataan akses pendidikan melalui zonasi. Pada kebijakan lama, lebih menekankan pada kedekatan berbasis jarak atau radius satuan pendidikan dengan tempat tinggal peserta didik.
"Filosofi utama dari kebijakan baru adalah pendidikan bermutu untuk semua yang memastikan domisili atau tempat tinggal murid mendapatkan layanan pendidikan pada satuan pendidikan terdekat dengan pendekatan rayon. SPMB juga mengakomodasi kelompok masyarakat kurang mampu dan kebutuhan spesifik daerah," bebernya.