Merubah Paradigma Lama Dalam Sengketa Adat di PT Hutanindo Agro Lestari

5 months ago 13

KOTAWARINGIN TIMUR - Adanya permasalahan di lahan PT. Hutanindo Agro Lestari (PT.HAL) dengan waris lahan makam keluarga warga desa Luwuk Sampun Kecamatan Tualan Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng). 

Dalam beberapa waktu lalu, upaya - upaya untuk meminta hak dan tanggung jawab dari pihak korporasi yang diduga telah mengusur areal lahan tersebut, yang semestinya tidak diperbolehkan untuk digusur atau malah dialihkan untuk perkebunan Kelapa Sawit. 

 "Ya kita semestinya mengerti karena secara peta kadastral perizinan yang diberikan, tidak ada terterang ada beberapa situs budaya atau makam leluhur, " kata Indra Gunawan. 

Selaku Jurnalis dalam melakukan investigasi dilapangan, banyak dugaan dan permasalahan yang sering terjadi ditengah - tengah masyarakat khususnya adat dayak Kalimantan Tengah, ketidaksinkronisasi nya pihak Investor khususnya Perusahaan Besar Swasta (PBS) dengan masyarakat adat setempat yang masuk areal perizinannya di desa sekitarnya. 

Inilah yang sering terjadi menimbulkan konflik - konflik horizontal antara pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat adat dayak yang ada di wilayah desa, yang masuk perizinan. 

 "Disinilah perlu peranan penting Humas Perusahan yang diambil dari tiap desa untuk kepentingan perusahaan, baik itu untuk pembukaan lahan baru dan untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri, " ungkap Indra Gunawan dari Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Kalteng. 

Indra Gunawan, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Kalimantan Tengah inipun, menyingkapi adanya permasalahan krusial antara pihak waris makam di wilayah desa Sampun, Kecamatan Tualan Hulu, Kotim. 

Diharapkan bersama - sama sebagai masyarakat adat dayak Kalteng khususnya, bisa merubah cara pandang dan paradigma selama ini yang selalu mengedepankan cara mengerahkan masa dalam menuntut hak dalam lingkup diwilayah perizinan lahan perkebunan, khususnya di PT HAL, Kotim. 

Menurutnya, Dayak saat ini bukan dayak yang dulu bisa makan manusia, dayak yanh bisa potong kepala atau Dayak Prontal mengedepankan "kekerasan" dalam menuntut haknya di Bumi Tambun Bungai dan Indonesia umumnya. 

 "Hukum adat dayak itu sifatnya untuk mempersatukan masyarakat adat dayak di pulau Borneo, dan sifat Harmoni dengan alam dan bertanggung jawab terhadap Kajubata, " urainya. 

Kembali ke pokok masalah yang saat ini dialami masyarakat adat desa Sampun, Kotim. Meminta pertanggung jawaban dari pihak PT HAL dalam hal perusakan makam warga tersebut. 

Disini penulis menginvestigasi berbagai sumber, termasuk dari pihak PT HAL. Untuk menjaga hubungan Harmonisasi tetap baik di tengah - tengah masyarakat adat dayak setempat dan hubungan lainnya. 

Penulis merangkum itu semua, bagaimana kita sebagai masyarakat adat Dayak dalam Era Globalisasi dan Digitalisasi serta menjelang Ibukota Negara Nusantara di Panajam, Kaltim. 

Bagaimana seharusnya Dayak itu, bisa dikatakan "Dayak Bakena, Dayak Harati, Dayak Bijaksana dan Dayak Modern".

Berdasarkan sumber yang didapat penulis, PT HAL bersedia menerima pihak masyarakat khususnya ahli waris dari makam tersebut secara baik - baik, tidak perlu secara prontal dan memberikan informasi ke khalayak umum masalah saat ini dan dibesar - besarkan. 

Karena dalam aturan hukum Republik Indonesia, warga negara khususnya warga disekitar usaha investasi, wajib menjaga investasi tersebut dengan satu tujuan bagaimana juga masyarakat disekitar izin bisa sejahtera, tanpa memgganggu aktivitas. 

 "Bagaimana supaya ada tanggung jawab itu saling terkoneksisasi, ya hubungan baik harus terjalin, dengan tetap mengedepan musyawarah mufakat, " ungkap Indra menjelaskan kembali. 

Maka dari itu semua, terkait masalah Makam warga desa Sampun, bisa berkoordinasi secara baik - baik dengan pihak PT HAL, agar masalah ini tidak bias. 

Serta bagi pihak luar untuk tidak beropini liar, karena kita sebagai warga Dayak harus tetap menjaga Kondusitifitas keadan keamanan dilingkungan perizinan perusahaan dan daerah khususnya Kalimantan Tengah. 

 "Kita ubah lagi paradigma harus mengerahkan masa dalam mengambil hak, selama itu ada jalan Musyawarah mufakat, seperti Pilosofi Huma Betang, " tutup Indra Gunawan, Aktivis Hukum dan HAM. //

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |