Mitigasi Bencana Hidrometeorologi, Kepala BMKG Tekankan Penguatan Informasi Terintegrasi

1 day ago 9

Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani menegaskan bahwa pengelolaan informasi yang andal, terintegrasi, dan berkelanjutan dari hulu ke hilir merupakan fondasi utama dalam manajemen risiko bencana hidrometeorologi di Indonesia. Informasi yang kuat dinilai menjadi kunci dalam mendukung sistem peringatan dini, mitigasi, serta pengambilan keputusan kebencanaan yang efektif.

Penegasan tersebut disampaikan Faisal saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertajuk Early Warning, Early Action: Kilas Balik Bencana Hidrometeorologi sebagai Basis Rekomendasi Aksi Mendatang yang digelar secara hybrid oleh Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (17/12/2025).

Dalam pemaparannya, Faisal menjelaskan bahwa data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bencana di Indonesia masih didominasi oleh kejadian banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrem yang tersebar hampir di seluruh wilayah. Kondisi tersebut diperparah oleh dinamika atmosfer, termasuk pengaruh siklon tropis seperti Cempaka, Seroja, dan Senyar, yang meningkatkan intensitas hujan ekstrem dan memicu bencana turunan.

Ia menilai tren kejadian bencana hidrometeorologi di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sehingga upaya kewaspadaan dan kesiapsiagaan harus diperkuat secara berkelanjutan. Menurutnya, tantangan tersebut perlu dijawab melalui penguatan sistem peringatan dini yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Dalam konteks tersebut, BMKG berperan sebagai penyedia utama data, informasi, dan peringatan dini berbasis sains. Data yang dihimpun kemudian dianalisis dengan dukungan teknologi big data sebelum menjadi dasar penetapan langkah-langkah penanganan di Disaster Management Command Center. Hasil analisis tersebut selanjutnya didiseminasikan kepada publik dan pemangku kepentingan melalui berbagai kanal komunikasi.

Faisal menekankan bahwa kecepatan, ketepatan, akurasi, serta kemudahan pemahaman informasi menjadi faktor krusial agar peringatan dini tidak berhenti pada penyampaian pesan, melainkan mampu mendorong aksi nyata di lapangan untuk meminimalkan korban jiwa.

Untuk mendukung sistem tersebut, BMKG saat ini mengoperasikan lebih dari 191 unit pelaksana teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia dengan dukungan sekitar 10.800 peralatan operasional utama. Selain itu, BMKG juga mengelola 44 radar cuaca berstandar World Meteorological Organization (WMO), sejumlah stasiun Global Atmosphere Watch (GAW), serta dua superkomputer yang berlokasi di Jakarta dan Bali.

BMKG juga menjalankan berbagai sistem peringatan dini multi-bahaya, seperti Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), Meteorological Early Warning System (MEWS), dan Tropical Cyclone Warning Center (TCWC). Sistem-sistem tersebut dirancang untuk memberikan peringatan cepat dan akurat guna mendukung pengambilan keputusan oleh pemerintah dan masyarakat.

Selain penguatan teknologi, BMKG turut melakukan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) sebagai bagian dari upaya mitigasi dampak cuaca ekstrem, termasuk untuk menekan risiko banjir serta kebakaran hutan dan lahan di wilayah rawan bencana.

Faisal juga menekankan bahwa penguatan teknologi harus diiringi dengan peningkatan kapasitas dan literasi masyarakat. Oleh karena itu, BMKG secara konsisten menyelenggarakan berbagai program edukasi, seperti Sekolah Lapang Cuaca untuk nelayan, literasi iklim bagi generasi muda, program BMKG Goes to School, hingga kunjungan edukatif ke kantor BMKG. Materi edukasi dan video mitigasi bencana juga disediakan melalui kanal resmi BMKG untuk memperluas jangkauan pembelajaran publik.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pengelolaan risiko bencana. Pembangunan yang tangguh terhadap bencana dinilai membutuhkan sinergi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat. Dalam kesempatan tersebut, Faisal mengapresiasi peran Universitas Gadjah Mada yang aktif mendukung penguatan kapasitas kebencanaan melalui kegiatan akademik, program magang, serta pengembangan riset bersama.

Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik UGM, Selo, menyampaikan bahwa webinar Early Warning, Early Action menjadi forum strategis untuk merumuskan gagasan dan rekomendasi dalam merespons peningkatan bencana hidrometeorologi di Indonesia. Forum ini diharapkan dapat menghasilkan masukan komprehensif bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam memperkuat kesiapsiagaan dan ketahanan bencana nasional.

Webinar tersebut menghadirkan narasumber lintas sektor, termasuk perwakilan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), akademisi UGM, serta panelis dari komunitas dan lembaga internasional. Kegiatan ini diikuti peserta dari unsur pemerintah, akademisi, mahasiswa, komunitas, dan praktisi, baik secara luring maupun daring. (usm)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |