Kepala BPOM Ungkap Penyimpangan Peredaran Ketamin di Fasilitas Kefarmasian

1 month ago 44

Jakarta (pilar.id) – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan adanya penyimpangan dalam peredaran ketamin di fasilitas distribusi dan pelayanan kefarmasian di beberapa wilayah Indonesia.

Hal tersebut disampaikan dalam Media Briefing bertajuk Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Bahaya Penyalahgunaan Ketamin pada Jumat (6/12/2024).

Pengungkapan ini merupakan hasil pengawasan proaktif BPOM yang intensif pada peredaran ketamin sepanjang tahun 2024.

Taruna Ikrar menjelaskan bahwa BPOM melakukan pengawasan khusus terhadap ketamin, karena obat golongan keras ini memiliki potensi penyalahgunaan yang tinggi.

“Ketamin adalah obat yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter dan pengawasan medis ketat. Pengedarannya yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat menyebabkan penyalahgunaan yang berbahaya,” ujar Ikrar.

Peningkatan pengawasan terhadap ketamin di tahun 2024 menunjukkan kenaikan signifikan dalam distribusinya. Peredaran ketamin injeksi ke fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti apotek, rumah sakit, dan klinik, meningkat tajam.

Pada 2023, distribusi mencapai 235 ribu vial, meningkat 75 persen dibandingkan 2022. Sementara itu, pada 2024, distribusi ketamin injeksi mencapai 440 ribu vial, dengan kenaikan 87 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Penjualan ketamin yang tidak sesuai ketentuan ini terutama ditemukan di apotek-apotek di beberapa provinsi. Ketamin yang seharusnya hanya diberikan berdasarkan resep dokter, justru diperjualbelikan tanpa pengawasan tenaga medis.

BPOM mengidentifikasi penyimpangan ini terjadi di tujuh provinsi, termasuk Lampung, Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Di Lampung, tercatat ada 5.840 vial ketamin yang didistribusikan tanpa prosedur yang benar.

Dari hasil pengawasan BPOM pada 2022 hingga 2024, Bali tercatat sebagai wilayah dengan kategori peredaran ketamin sangat tinggi, sementara Jawa Timur dan Jawa Barat masuk kategori tinggi.

Peredaran ketamin injeksi di Bali bahkan mencapai lebih dari 100 ribu vial, sementara di Jawa Timur dan Jawa Barat di atas 50 ribu vial.

Ketamin, yang umumnya digunakan dalam dunia medis sebagai anestesi, juga disalahgunakan karena efek sampingnya yang menyebabkan euforia, kehilangan kesadaran, dan gangguan memori.

Penyalahgunaan ketamin dapat berisiko menyebabkan kerusakan organ, gangguan mental, dan bahkan kematian.

BPOM juga mencatat 71 fasilitas distribusi obat yang melanggar standar pengelolaan ketamin. Dari jumlah tersebut, 6 fasilitas melakukan pelanggaran kritikal, termasuk distribusi yang melibatkan oknum di rumah sakit dan apotek.

Sementara itu, BPOM juga menemukan 65 fasilitas pelayanan kefarmasian yang melanggar ketentuan terkait ketamin, dengan 17 di antaranya melanggar secara kritikal.

Untuk itu, BPOM mengimbau masyarakat agar tidak menyalahgunakan ketamin, mengingat dampak serius yang dapat ditimbulkan pada kesehatan fisik dan mental.

BPOM juga berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan menindak tegas pelaku usaha yang tidak mematuhi regulasi yang berlaku.

“Kami akan terus menindak tegas penyimpangan peredaran ketamin, termasuk pemberian sanksi pidana kepada pelaku usaha yang melanggar. Kami juga mengajak masyarakat untuk melaporkan pelanggaran terkait peredaran ketamin,” tegas Taruna Ikrar. (hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |