loading...
Bullying yang terjadi di sekolah memiliki dampak psikologis, emosional, fisik dan juga akademik. Foto/Sekolah Terpadu Sedaya Bintang.
JAKARTA - Fenomena perundungan atau bullying di dunia pendidikan semakin memprihatinkan. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyebutkan sepanjang tahun 2024 terdapat 573 kasus bullying di sekolah atau meningkat 100 persen dibandingkan 2023. Jauh meningkat dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah kasus sebanyak 91 kasus.
Penelitian menunjukkan bullying yang terjadi di sekolah memiliki dampak psikologis, emosional, fisik dan juga akademik. Studi yang dilakukan Bogart dkk (2014) menemukan korban bullying mengalami penurunan kondisi kesehatan seperti gangguan mental, menggunakan obat-obatan terlarang, tidak semangat berangkat ke sekolah, prestasi belajar menurun, bahkan menarik diri dari lingkungan sosial.
Baca juga: Ruben Onsu Murka! Tak Akan Maafkan Pelaku Bully Anaknya
Lebih parah lagi, di kemudian hari anak berisiko menjadi pelaku perundungan juga (bully-victim) atau melakukan balas dendam. Dampak tersebut kemungkinan besar akan terbawa hingga mereka dewasa.
1. Menerapkan Kurikulum Budi Pekerti
Penerapan nilai-nilai dan norma menjadi hal terpenting dalam mencegah terjadinya bullying di dalam lingkungan sekolah. Integrasikan topik empati, rasa hormat, dan penyelesaian konflik ke dalam mata pelajaran serta ajarkan siswa untuk menghargai perbedaan.
2. Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Positif
Dorong budaya sekolah di mana setiap siswa merasa diterima dan dihargai. Promosikan kegiatan yang melibatkan semua siswa, seperti olahraga tim atau klub.Ikut sertakan siswa dalam kegiatan sosial yang dapat menumbuhkan empati dan kepedulian sosial di dalam lingkungan.
3. Keterlibatan Guru sebagai Mentor Berperilaku
Pendidikan formal dalam lingkungan sekolah saja tidak cukup untuk mencegah terjadinya bullying. Guru sebagai wali orang tua di sekolah tidak hanya bertindak sebagai pengajar tetapi harus menjadi teladan bagi anak-anak dengan menunjukkan rasa hormat, sikap sabar, adil, menghargai perbedaan, dan empati dalam interaksi sehari-hari.
Orang tua juga perlu menyadari bahwa pendidikan budi pekerti penting untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan sosial sejak dini sehingga sangat bermanfaat bagi pembentukan karakter anak.