Presiden Prabowo Teken PP 29/2025, Negara Wajib Bayar Kekurangan Restitusi untuk Korban Kekerasan Seksual

1 month ago 45

Jakarta (pilar.id) – Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 18 Juni 2025. Regulasi ini menegaskan kehadiran negara dalam menjamin hak-hak korban kekerasan seksual, khususnya ketika pelaku tidak mampu membayar restitusi secara penuh.

PP ini merupakan turunan dari Pasal 35 ayat (4) UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang memerintahkan negara untuk memberikan kompensasi melalui skema Dana Bantuan Korban (DBK) apabila pelaku tidak mampu memenuhi pembayaran restitusi.

Negara Hadir Saat Pelaku Tak Mampu Bayar Restitusi

Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherwati, menyatakan bahwa PP ini adalah langkah strategis untuk memastikan korban tetap mendapatkan haknya secara penuh, tanpa bergantung pada kemampuan finansial pelaku.

“Ketika pelaku tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya, negara tidak boleh diam. Negara hadir melalui Dana Bantuan Korban untuk menutup celah keadilan itu,” ujar Sri.

PP ini memandatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai pengelola dana, mulai dari penghimpunan, pengalokasian, hingga penyaluran dana kepada korban.

Sumber dan Penggunaan Dana

Dana Bantuan Korban bersumber dari:

  • Anggaran negara (APBN)
  • Filantropi
  • Donasi masyarakat dan individu
  • Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (CSR)
  • Hibah sah lainnya

Dana ini digunakan untuk:

  • Menutup kekurangan pembayaran restitusi yang telah diputus pengadilan berkekuatan hukum tetap.
  • Pemulihan korban, seperti rehabilitasi fisik, psikologis, sosial, atau dukungan lainnya berdasarkan permohonan.

Penyaluran dilakukan maksimal 30 hari sejak:

  • LPSK menerima salinan putusan pengadilan (untuk restitusi)
  • LPSK menyetujui permohonan pemulihan korban

Tahapan dan Mekanisme Pemberian Dana

LPSK akan menghitung besaran kerugian korban dan menetapkan jumlah restitusi. Jika pelaku tidak bisa memenuhi seluruh pembayaran, negara akan menanggung selisih kekurangan tersebut. Proses ini tetap mempertimbangkan penyitaan aset pelaku terlebih dahulu.

Selain kompensasi materiil dan immateriil, LPSK juga akan memverifikasi jenis bantuan pemulihan yang dibutuhkan korban, termasuk dukungan psikologis dan sosial, melalui sinergi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

Sri Nurherwati menekankan bahwa implementasi PP ini membutuhkan dukungan luas dari:

  • Pemerintah pusat dan daerah
  • Sektor swasta
  • Lembaga swadaya masyarakat
  • Masyarakat umum

“Semua pemangku kepentingan harus bergerak bersama. Dana Bantuan Korban harus menjadi harapan nyata bagi para korban,” tegasnya.

Tonggak Penting bagi Keadilan Korban TPKS

Dengan berlakunya PP 29/2025, negara mempertegas perannya tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak korban secara utuh. Pendekatan yang diambil adalah berperspektif pemulihan, bukan sekadar penghukuman terhadap pelaku.

Peraturan ini diharapkan menjadi fondasi kuat bagi sistem keadilan yang berpihak pada korban, serta mempercepat proses pemulihan fisik dan psikologis mereka yang terdampak kekerasan seksual. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |