Semarang (pilar.id) – Di balik kemeriahan Wisuda ke-179 Universitas Diponegoro (Undip), tersimpan kisah perjuangan luar biasa dari Muhammad Khoiri, lulusan Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,94 dan predikat cumlaude, Khoiri membuktikan bahwa ketekunan, integritas, dan semangat berkontribusi dapat mengubah kehidupan seseorang secara signifikan.
Perjalanan Khoiri menuju gelar sarjana tidaklah mulus. Setelah gagal masuk perguruan tinggi pada 2019, ia memilih bekerja sebagai buruh pabrik sambil menabung dan belajar mandiri untuk kembali mencoba tahun berikutnya.
“Saya belajar sabar dan tekun. Tahun berikutnya saya diterima di Undip lewat jalur UTBK, pilihan pertama saya,” ujar Khoiri, mengenang masa-masa sulit tersebut.
Masa gap year tersebut menjadi fondasi mental tangguh yang terus ia bawa selama 4 tahun 9 bulan masa kuliahnya.
Antara Akademik, Organisasi, dan Karya Nyata
Selama menempuh studi, Khoiri dikenal aktif tidak hanya dalam perkuliahan, tetapi juga organisasi dan kompetisi. Ia sempat bekerja sebagai buruh mebel, operator rental event, hingga asisten riset. Ia juga memimpin lima organisasi lintas kampus dan daerah, aktif di BEM Undip serta Himpunan Mahasiswa.
“Saya percaya kemenangan lahir dari persiapan. Setiap prestasi adalah tanggung jawab, bukan sekadar euforia,” tegasnya.
Prestasi Khoiri membentang dari bidang esai ilmiah, public speaking, hingga Duta Tenun Troso. Ia berhasil meraih Juara 1 Lomba Podcast RISTEK UNNES dan Islamic Public Speaking INSANI Undip. Meski dihadapkan pada keterbatasan ekonomi, Khoiri menjadikan kompetisi sebagai sarana pembuktian diri dan aktualisasi kemampuan.
Bangun Usaha, Berdayakan Masyarakat
Setelah lulus, Khoiri tidak langsung mencari pekerjaan kantoran. Ia memilih menjadi freelancer sebagai analis data dan asisten riset, sembari mengembangkan usaha makanan ringan serta bisnis fashion di kampung halamannya bersama rekan-rekannya.
Langkah ini sejalan dengan komitmennya terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 8, yaitu Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
“Bagi saya, bekerja bukan hanya soal gaji, tapi ruang untuk tumbuh dan berkontribusi,” jelasnya. “Ilmu yang saya pelajari harus bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.”
Melalui usaha kecil tersebut, Khoiri tidak hanya menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri, tetapi juga membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif dan berkelanjutan.
Kawah Candradimuka Kehidupan
Bagi Khoiri, Undip bukan sekadar kampus, melainkan tempat yang menempanya menjadi pribadi tangguh. Ia menekankan pentingnya mahasiswa untuk aktif dalam tiga aspek utama: publikasi ilmiah, kolaborasi internasional, dan inovasi yang berdampak bagi masyarakat.
“Kalau tiap mahasiswa berani berkarya dan menembus forum global, maka visi World Class University bukan sekadar jargon,” ujarnya penuh semangat.
Khoiri pun mengajak generasi mahasiswa berikutnya untuk tidak takut gagal. Menurutnya, dari kekalahan bisa lahir kemenangan yang lebih besar.
Muhammad Khoiri adalah potret mahasiswa yang tidak hanya mengejar gelar, tetapi makna kontribusi. Ia menjadikan pendidikan bukan sekadar jalan pribadi, tetapi alat untuk menciptakan dampak sosial. Dari ruang pabrik hingga podium prestasi, Khoiri menunjukkan bahwa kombinasi kerja keras, integritas, dan keberanian untuk mencoba bisa mengubah arah hidup.
“Setiap langkah saya ingin membuat nama Undip harum, tidak hanya di kampus, tapi juga di tengah masyarakat. Di situlah makna sejati dari Undip Bermartabat dan Undip Bermanfaat,” pungkasnya.
Melalui figur seperti Khoiri, Undip sekali lagi membuktikan komitmennya mencetak lulusan yang berdaya saing global dan berdampak nyata bagi masyarakat. Ia adalah cerminan nyata dari semangat Diktisaintek Berdampak: pendidikan tinggi sebagai alat perubahan sosial yang inklusif dan transformatif. (ret/hdl)