Tokyo (pilar.id) – Pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan langka terkait meningkatnya peluang terjadinya gempa besar setelah gempa berkekuatan 7,6 mengguncang wilayah pesisir utara pada awal pekan ini.
Langkah tersebut dipicu naiknya kemungkinan terjadinya lindu yang dikategorikan sebagai megaquake dalam sepekan ke depan.
Menurut analisis lembaga meteorologi nasional, peluang terjadinya gempa magnitudo 8 kini mencapai 1 persen. Angka tersebut dinilai signifikan karena jauh lebih tinggi daripada probabilitas normal, yang umumnya berada di bawah sepersepuluhnya.
Pemerintah menggunakan istilah megaquake untuk merujuk pada gempa dengan magnitudo di atas 8, tingkat kekuatan yang disebut sekitar 32 kali lebih besar dibanding gempa magnitudo 7.
Pakar dari International Research Institute of Disaster Science Tohoku University, Fumiaki Tomita, menyebut peningkatan peluang tersebut sebagai kondisi yang lebih tinggi dari biasanya berdasarkan pola sejarah gempa besar. Penilaian itu muncul setelah gempa 7,6 mengguncang wilayah sekitar Prefektur Aomori pada Senin.
Berdasarkan data global, peluang 1 banding 100 tersebut dinilai cukup untuk memicu penerbitan peringatan. Lembaga meteorologi Jepang sebelumnya pernah mengeluarkan peringatan serupa pada 2024, yang berakhir tanpa terjadinya gempa susulan berkekuatan lebih besar.
Sejumlah data historis turut menjadi dasar evaluasi pemerintah, termasuk rangkaian gempa pada Maret 2011. Pada periode tersebut, lindu 9,1 yang memicu tsunami dan menewaskan lebih dari 19.000 orang terjadi dua hari setelah gempa yang lebih kecil mengguncang wilayah tersebut.
Profesor Takuya Nishimura dari Kyoto University’s Disaster Prevention Research Institute menilai peningkatan peluang saat ini sekitar 10 kali lebih besar dari rata-rata normal untuk kawasan yang membentang dari Jepang utara hingga mendekati Tokyo.
Peringatan tersebut tidak disertai instruksi pembatasan aktivitas ataupun evakuasi. Namun masyarakat diminta meningkatkan kesiapsiagaan mengingat potensi gempa besar dapat terjadi tiba-tiba.
Gempa pada Senin menyebabkan bangunan dan jembatan bergoyang serta melukai lebih dari 30 orang, menurut laporan media lokal. Tidak ada korban jiwa maupun kerusakan besar yang dilaporkan.
Posisi Jepang di sepanjang Ring of Fire Pasifik, zona cincin api dengan aktivitas seismik yang tinggi, menjadikan negara tersebut salah satu wilayah paling rawan gempa di dunia. Data University of Tokyo menunjukkan Jepang mengalami sekitar 1.500 gempa per tahun, atau sekitar tiga kali setiap hari.
Selain gempa dahsyat pada 2011, Jepang juga memiliki catatan gempa besar lain, termasuk gempa magnitudo 8 yang mengguncang wilayah lepas pantai Hokkaido pada 2003 dan memutus aliran listrik bagi puluhan ribu warga.
Profesor Meghan S. Miller dari Australian National University menyebut risiko gempa besar di Jepang sebagai kondisi yang terus menjadi kenyataan di negara tersebut.
Sistem peringatan megaquake yang diterapkan pemerintah mulai diperkenalkan pada 2022. Jepang juga dikenal memiliki salah satu sistem peringatan dini paling maju di dunia. Professor Miller menjelaskan bahwa ratusan seismometer yang tersebar di darat dan laut memungkinkan deteksi gelombang primer dalam hitungan detik sehingga peringatan dapat dikeluarkan secara cepat.
Begitu intensitas guncangan mencapai level 3 dalam skala 10 tingkat Jepang, laporan resmi dikeluarkan oleh badan meteorologi dalam waktu maksimal 90 detik.
Negara lain seperti Chile dan Meksiko juga memiliki sistem ketahanan gempa yang kuat, namun Jepang terus memperketat standar bangunan sejak pembaruan aturan pada 1981 dan 2000 untuk meningkatkan keselamatan. (usm/hdl)

13 hours ago
9

















































