Di tengah gelombang modernisasi dan pesatnya perkembangan teknologi, lanskap pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Fokus yang cenderung berlebihan pada pencapaian akademis seringkali mengaburkan esensi mendasar dari pendidikan itu sendiri: pembentukan karakter yang kokoh dan berbudi luhur.
Padahal, kemajuan suatu bangsa tidak hanya diukur dari kecerdasan intelektual warganya, tetapi juga dari kualitas moral dan etika yang mereka junjung tinggi. Oleh karena itu, urgensi untuk kembali pada konsep pendidikan berbasis budi pekerti menjadi semakin nyata dan mendesak.
Pendidikan berbasis budi pekerti, dalam esensinya, melampaui sekadar transfer pengetahuan kognitif. Ia adalah sebuah proses holistik yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan akhlak mulia kepada peserta didik.
Nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, empati, toleransi, gotong royong, dan rasa hormat menjadi fondasi utama dalam proses pembelajaran.
Konsep ini mengintegrasikan dimensi spiritual, emosional, sosial, dan intelektual, dengan harapan menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki hati nurani yang bersih, bertanggung jawab, dan mampu berinteraksi secara positif dengan lingkungannya. Nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, empati, toleransi, gotong royong, dan rasa hormat menjadi fondasi utama dalam proses pembelajaran.
Mengapa penekanan kembali pada pendidikan budi pekerti menjadi begitu krusial di era modern ini? Pertama, kita menyaksikan gejala krisis moral dan etika yang semakin mengkhawatirkan. Kasus korupsi, intoleransi, perundungan (bullying), dan berbagai bentuk perilaku menyimpang lainnya menjadi indikasi bahwa fondasi karakter sebagian generasi muda kita perlu diperkuat.
Pendidikan yang hanya berorientasi pada nilai ujian dan persaingan akademis semata, tanpa diimbangi dengan penanaman nilai-nilai luhur, berpotensi menghasilkan individu yang cerdas namun tidak memiliki kompas moral yang kuat.
Kedua, di era digital yang serba cepat dan penuh disrupsi ini, peserta didik terpapar pada berbagai informasi dan pengaruh yang tidak selalu positif. Tanpa filter moral yang kuat, mereka rentan terhadap ideologi ekstrem, berita bohong (hoax), dan perilaku konsumtif yang berlebihan.
Pendidikan budi pekerti membekali mereka dengan kemampuan untuk berpikir kritis, membedakan antara yang benar dan yang salah, serta mengambil keputusan yang bertanggung jawab dalam menghadapi kompleksitas dunia modern.
Ketiga, pendidikan budi pekerti memiliki peran yang sangat signifikan dalam membangun kohesi sosial dan harmoni dalam masyarakat yang majemuk. Dengan menanamkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan gotong royong, pendidikan ini membantu peserta didik untuk menghargai perbedaan, membangun persatuan, dan berkontribusi secara positif dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Dalam konteks Indonesia yang kaya akan keberagaman budaya, etnis, dan agama, pendidikan budi pekerti menjadi perekat yang esensial untuk menjaga keutuhan dan kedamaian.
Lantas, bagaimana implementasi pendidikan berbasis budi pekerti dapat diwujudkan secara efektif? Langkah pertama adalah mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam kurikulum secara komprehensif dan berkelanjutan. Ini tidak berarti menambah mata pelajaran baru, tetapi lebih kepada menanamkan nilai-nilai luhur dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan.
peran guru sebagai teladan sangatlah penting. Guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam perilaku sehari-hari.
Misalnya, dalam pelajaran sejarah, siswa tidak hanya belajar tentang fakta dan tokoh, tetapi juga tentang nilai-nilai kepahlawanan, pengorbanan, dan semangat juang. Dalam pelajaran bahasa, siswa dapat menganalisis karya sastra yang mengandung pesan-pesan moral dan etika.
Selain itu, peran guru sebagai teladan sangatlah penting. Guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam perilaku sehari-hari. Keteladanan guru dalam bersikap jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan penuh kasih sayang akan memberikan dampak yang besar bagi pembentukan karakter siswa.
Lingkungan sekolah juga harus diciptakan sebagai ekosistem yang kondusif bagi pengembangan karakter. Budaya sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai positif, seperti saling menghormati, kerjasama, dan kepedulian, akan memperkuat internalisasi nilai-nilai tersebut dalam diri siswa.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat juga merupakan faktor kunci keberhasilan pendidikan budi pekerti. Pendidikan karakter tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga di rumah dan di lingkungan sekitar. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik dan menanamkan nilai-nilai luhur sejak dini. Masyarakat juga berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan karakter positif pada generasi muda.
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik dan menanamkan nilai-nilai luhur sejak dini.
Dalam jangka panjang, investasi dalam pendidikan berbasis budi pekerti akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kemajuan bangsa. Generasi yang tumbuh dengan fondasi karakter yang kuat akan menjadi individu yang berintegritas, bertanggung jawab, inovatif, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Mereka akan mampu menghadapi tantangan global dengan lebih baik, berkontribusi secara positif bagi pembangunan bangsa, dan menciptakan masyarakat yang lebih adil, makmur, dan beradab.
Sebagai penutup, kembali pada konsep pendidikan berbasis budi pekerti bukanlah sebuah langkah mundur, melainkan sebuah langkah strategis untuk membangun masa depan bangsa yang lebih gemilang. Di tengah arus modernisasi yang deras, penanaman nilai-nilai moral dan etika menjadi kompas yang akan membimbing generasi muda kita menuju arah yang benar. Mari kita bersama-sama mengukuhkan kembali fondasi karakter sebagai investasi terbaik untuk masa depan Indonesia.
Mohammad Zurqoni adalah pegiat budaya dan pemerhati media sosial, alumni Stikosa AWS