Polri Ungkap Dugaan Korupsi PLTU 1 Kalbar Rp1,3 Triliun: Proyek Mangkrak, Dinyatakan Total Lost oleh BPK

2 weeks ago 31

Jakarta (pilar.id) – Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengungkap adanya kerugian negara dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang mencapai USD62,4 juta atau sekitar Rp1,3 triliun.

Proyek yang berlangsung sejak 2008 itu dinyatakan total lost oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena tidak pernah selesai dibangun hingga kini.

“Akibat dari pekerjaan ini, pembangunannya mangkrak sampai dengan saat ini dan sudah dinyatakan total lost oleh BPK,” ujar Kakortas Tipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (6/10/2025).

Empat Tersangka Ditetapkan

Dalam penyidikan yang dilakukan sejak awal tahun, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Direktur Utama (Dirut) PLN periode 2008–2019 Fahmi Mochtar, Dirut PT BRN Halim Kalla, serta dua pihak swasta berinisial RR dan HYL.

“Pertama ini tersangka FM, beliau saat itu menjabat sebagai Direktur PLN. Kemudian dari pihak swasta ada tersangka HK, RR, dan HYL,” ungkap Irjen Cahyono.

Ia menambahkan, penyidik saat ini juga sedang melakukan penelusuran aset milik para tersangka untuk menghitung potensi pengembalian kerugian negara.

Dugaan Permufakatan dalam Proses Lelang

Kasus ini bermula dari lelang ulang proyek PLTU 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2×50 MegaWatt (MW) yang dilakukan oleh PLN. Namun sebelum lelang dilaksanakan, penyidik menemukan adanya dugaan permufakatan antara PLN dan calon penyedia jasa dari PT BRN untuk memenangkan perusahaan tersebut dalam tender.

“Dari awal perencanaan ini sudah terjadi korespondensi. Artinya ada permufakatan dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan,” jelasnya.

Panitia pengadaan PLN disebut meloloskan Konsorsium BRN-Alton-OJSEC (KSO BRN) meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Ironisnya, pada 2009 KSO BRN justru mengalihkan pekerjaan kepada pihak ketiga sebelum kontrak resmi ditandatangani, dengan kesepakatan pemberian imbalan tertentu.

Proyek Mangkrak dan Dana Sudah Cair

Dalam pelaksanaannya, progres pembangunan PLTU hanya mencapai 57% dan kemudian diberikan perpanjangan kontrak hingga 10 kali sampai Desember 2018. Namun hingga batas waktu itu, proyek hanya mencapai 85,56% dan tetap tidak selesai karena keterbatasan keuangan konsorsium.

“Padahal, KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar untuk pekerjaan konstruksi sipil dan US$62,4 juta untuk mechanical electrical,” ungkap Cahyono.

Mangkraknya proyek selama bertahun-tahun membuat negara mengalami kerugian besar dan memaksa BPK menyatakan proyek tersebut sebagai total lost.

Jerat Hukum dan Upaya Pengembalian Aset

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Polri menegaskan, penyidikan masih terus berlanjut, termasuk pelacakan aset dan aliran dana hasil korupsi untuk pengembalian kerugian negara.

“Penelusuran aset menjadi fokus kami agar kerugian negara bisa dipulihkan sebanyak mungkin,” tutup Irjen Cahyono.

Latar Belakang: Proyek Strategis yang Gagal Total

PLTU 1 Kalimantan Barat sejatinya dirancang sebagai salah satu proyek strategis nasional untuk memperkuat pasokan listrik di wilayah Kalimantan. Namun, sejak awal perencanaan hingga pelaksanaan, proyek ini dibayangi oleh dugaan pelanggaran prosedur, kolusi, dan penyimpangan kontrak.

Dengan nilai investasi besar yang kini berujung pada kerugian negara triliunan rupiah, kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi energi terbesar dalam satu dekade terakhir.

Polri memastikan bahwa penegakan hukum akan terus berjalan tanpa pandang bulu, terutama terhadap proyek-proyek vital yang menggunakan dana negara dalam jumlah besar. (ang)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |