Jakarta (ANTARA) - Sidang kasus pemalsuan akta otentik untuk sertifikat tanah seluas dua hektare di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, menghadirkan saksi ahli dari Universitas Al Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa.
Saksi ahli Prof Suparji Ahmad menjelaskan beragam hal mulai dari surat berharga asli dengan surat berharga otentik, pemenuhan unsur Pasal 266 KUHP tentang pemalsuan surat otentik di Jakarta, Selasa.
Dalam persidangan mendengar keterangan saksi ahli tersebut Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Ngeri Jakarta Utara, Rico bertanya kepada saksi ahli seputar berita acara.
Ia menanyakan fungsi dari berita acara kepada saksi ahli dan kemudian saksi ahli menjawab bahwa berita acara adalah sebuah bukti pendukung atas kaitannya pada suatu peristiwa.
“Berita acara juga berfungsi sebagai acuan untuk melakukan kegiatan selanjutnya,” kata saksi ahli.
Selanjutnya, jaksa menanyakan terkait kemungkinan jika dalam suatu berita acara ada tanda tangan tapi orang yang bersangkutan tidak pernah merasa tanda tangan.
“Maka hal yang harus dilakukan, yakni pemeriksaan terhadap yang bersangkutan,” jawab saksi ahli.
Baca juga: PN Jakut hadirkan dua saksi meringankan di sidang pemalsuan sertifikat
Selanjutnya, kuasa hukum terdakwa Brian Praneda mengajukan pertanyaan kepada saksi ahli terkait berita acara pengukuran, apakah hal tersebut bisa dikatakan sebagai akta.
Suparji menjelaskan berita acara adalah laporan dari sebuah kegiatan yang dilakukan untuk tujuan tertentu.
Brian kembali bertanya kesalahan siapa jika ada kesalahan penulisan tanggal dan tanda tangan.
Suparji mengatakan jika dalam berita acara ada kesalahan terkait penulisan tanggal, hal tersebut kembali ke instansi yang mengeluarkan berita acara tersebut.
"Artinya instansi yang terkait bisa melakukan perbaikan dan hal itu tidak menggugurkan keberadaan sertifikat yang telah dikeluarkan sebelumnya," kata Suparji kepada Ketua Majelis Hakim Aloysius.
Baca juga: Terdakwa pemalsuan sertifikat akui urus empat sertifikat lewat polisi
Suparji juga menjelaskan kategori orang yang menyuruh. Hal tersebut harus bisa dibuktikan secara konkret.
“Artinya jika memang si A menyuruh, kapan hal itu dilakukan, dimana hal itu dilakukan dan siapa yang disuruh. Ini harus konkret,” kata dia.
Sidang selanjutnya akan digelar Selasa 3 Juni 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Tony Sujana.
Sebelumnya, JPU mendakwa Tony Surjana melakukan tindak pidana pada 24 Februari 2004 dan diketahui pada tahun 2020 bertempat di Kantor BPN Jakarta Utara dan PN Jakarta Utara atau pada suatu tempat di dalam daerah Hukum PN Jakarta Utara.
Tony Sujana didakwa telah memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta tersebut dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP, dan atau Pasal 266 ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca juga: Pemalsuan sertifikat, dua mantan pegawai BPN jadi saksi di PN Jakut
Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025