Tarif Impor AS Picu Tekanan Pasar, Investor Kripto Lokal Beralih ke Stablecoin USDT

2 weeks ago 24

Jakarta (pilar.id) – Ketidakpastian ekonomi global meningkat tajam usai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan kenaikan tarif impor besar-besaran. Kebijakan tersebut memicu gejolak pasar keuangan global, termasuk di Indonesia, dengan dampak langsung terhadap nilai tukar Rupiah dan pasar kripto nasional.

Bursa Efek Indonesia mencatat aksi panic selling pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sementara nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS terus melemah, dengan kurs USD/IDR spot sempat menyentuh Rp 16.864 dan bahkan melampaui Rp 17.000 di pasar offshore.

Dalam kondisi ini, pelaku pasar mengambil pendekatan lebih defensif. Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menyatakan bahwa situasi makro memaksa investor untuk menjauh dari aset berisiko tinggi dan lebih memilih aset mayor seperti Bitcoin dan stablecoin.

“Bitcoin telah terkoreksi lebih dari 25 persen dari level tertingginya. Volume perdagangan turun dan tekanan jual masih tinggi. Investor kini mengalihkan fokus ke aset yang lebih stabil seperti USDT,” ujar Iqbal.

Tarif Impor China Naik hingga 125 Persen

Meski Trump mengumumkan penghentian sementara tarif impor selama 90 hari untuk 75 negara yang masih dalam proses negosiasi, ia justru memperketat kebijakan terhadap China.

Negeri Tirai Bambu kini dikenai tarif impor sebesar 125 persen yang berlaku segera. Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan potensi konflik dagang jangka panjang yang dapat memperparah ketidakstabilan pasar global.

Di tengah tekanan nilai tukar dan volatilitas pasar, investor kripto Indonesia mulai beralih ke stablecoin, khususnya Tether (USDT), sebagai aset pelindung nilai (hedging). Data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan bahwa USDT telah menjadi kripto paling aktif diperdagangkan di Indonesia selama dua tahun terakhir.

CoinMarketCap mencatat volume perdagangan USDT di tiga bursa kripto terbesar Indonesia telah menembus 7 miliar Dollar AS sejak awal 2024. Di Tokocrypto, pasangan USDT/IDR bahkan menyumbang lebih dari 25 persen dari total volume harian dalam 24 jam terakhir.

“USDT menawarkan kestabilan harga dan digunakan investor sebagai alat lindung nilai terhadap depresiasi Rupiah. Ini juga memudahkan akses ke ekosistem DeFi dan aplikasi kripto lainnya,” jelas Iqbal.

Strategi Bertahan di Tengah Gejolak

Menanggapi situasi pasar yang belum stabil, Iqbal menyarankan strategi manajemen risiko seperti diversifikasi ke aset mayor, penggunaan metode Dollar Cost Averaging (DCA), dan menjauhi altcoin spekulatif yang rentan fluktuasi.

“Stablecoin seperti USDT atau USDC dapat menjadi pilihan protektif untuk mempertahankan nilai aset dan arus kas,” jelasnya.

Bagi investor yang ingin tetap memperoleh imbal hasil, produk staking bisa dijadikan alternatif. Melalui staking, investor dapat menerima pendapatan pasif tanpa perlu menjual aset kripto. Namun, ia mengingatkan agar tetap memperhatikan risiko likuiditas dan masa penguncian (lock-up), agar strategi sesuai dengan kebutuhan jangka pendek dan tujuan investasi masing-masing.

“Pasar kripto bukan hanya soal spekulasi, tapi juga soal bagaimana mengelola risiko dengan cerdas. Tetap waspada dan lakukan penyesuaian portofolio dengan bijak,” tutup Iqbal. (mad/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |