The Revenant (2015): Dibintangi Leonardo DiCaprio, Sajikan Kisah Kelam di Alam Liar

1 day ago 13

Jakarta (pilar.id) – The Revenant adalah film epik western-drama aksi Amerika Serikat yang dirilis pada tahun 2015 dan disutradarai oleh Alejandro González Iñárritu. Naskah film ini ditulis bersama oleh Mark L. Smith dan Iñárritu, berdasarkan sebagian pada novel karya Michael Punke (2002) yang mengisahkan pengalaman fronterman Hugh Glass pada tahun 1823.

Film ini dibintangi oleh Leonardo DiCaprio sebagai Hugh Glass, serta Tom Hardy, Domhnall Gleeson, dan Will Poulter dalam peran pendukung.

Pada Agustus 2001, hak novel The Revenant dibeli oleh Akiva Goldsman. Namun proyek film tidak langsung berjalan. Iñárritu setuju menjadi sutradara pada Agustus 2011. Setelah beberapa penundaan akibat keterlibatan tim produksi dalam proyek lain, pada April 2014 ia memastikan akan memulai produksi dan DiCaprio ditetapkan sebagai pemeran utama.

Pengambilan gambar utama dimulai pada Oktober 2014. Lokasi dan kondisi kerja menyebabkan penundaan sampai Agustus 2015.

Film ini pertama kali diputar perdana di TCL Chinese Theatre, Los Angeles pada 16 Desember 2015. Rilis terbatas (limited) dilaksanakan pada 25 Desember 2015, dan rilis penuh (wide release) pada 8 Januari 2016.

Secara komersial, The Revenant sukses besar, meraup pendapatan global sebesar US$ 533 juta dari anggaran produksi sekitar US$ 135 juta.

Sinopsis Singkat

Di latar tahun 1823, Hugh Glass menjadi pemandu sekelompok para pemburu di daerah yang belum terorganisir di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Dakota. Dalam sebuah serangan oleh suku Arikara, kamp mereka diserang dan banyak anggota tim tewas. Ketika Glass dan anaknya, Hawk, sedang memburu, ia diserang oleh seekor beruang grizzly dan terluka parah.

Anggota tim yang lain memutuskan meninggalkannya, meskipun beberapa awalnya berjanji untuk tinggal dan membantunya atau mengubur jasadnya jika ia meninggal. John Fitzgerald kemudian menyingkirkan Hawk dan meninggalkan Glass dalam keadaan setengah terkubur.

Glass berhasil selamat dan memulai perjalanan panjang melewati medan sulit, menghadapi unsur alam, musuh, serta pengkhianatan. Ia kemudian mengejar Fitzgerald dalam upaya balas dendam.

Salah satu elemen simbolis dalam film adalah penggunaan canteen dengan ukiran spiral yang ditinggalkan Bridger.

Sutradara, Sinematografi, dan Penghargaan

Film ini menuai pujian luas, terutama terhadap performa DiCaprio dan Hardy, arahan Iñárritu, serta sinematografi yang digarap oleh Emmanuel Lubezki. Namun kritik juga dilontarkan terkait durasi film yang dianggap agak panjang.

The Revenant meraih banyak penghargaan bergengsi:

  • Golden Globe Awards: 3 kemenangan
  • BAFTA Awards: 5 kemenangan, termasuk Best Film
  • Academy Awards (Oscar ke‑88): 12 nominasi, menang untuk Best Director (Iñárritu), Best Actor (DiCaprio), dan Best Cinematography (Lubezki)
  • ASC Awards (American Society of Cinematographers): Lubezki memenangkan penghargaan untuk pencapaian sinematografi pada film ini.

Di sisi kritis, The Revenant juga menjadi film yang paling banyak memperoleh penghargaan di ajang Dallas–Fort Worth Film Critics Association Awards 2015: Best Actor, Best Director, dan lainnya.

Catatan dan Kontroversi Sejarah

Beberapa elemen cerita dalam The Revenant memiliki unsur fiksi atau dramatisasi:

  • Kisah Glass memiliki rekaman historis, tetapi tidak ada bukti kuat ia punya hubungan dengan wanita Pawnee atau bahwa ia punya anak. The Guardian mengutip bahwa bagian cerita itu kemungkinan fiksi.
  • Beberapa pemain dan kritikus mengkritik penggambaran “voyageur Prancis-Kanada sebagai pemerkosa” yang dianggap berlebihan atau bias.
  • Ada juga analisis bahwa film ini memuat beberapa anachronism — misalnya dialog yang menyebut Texas dan Texas Rangers pada 1823 — yang melanggar konteks historis.

Apapun, The Revenant adalah film yang menggugah dengan tema ketahanan manusia, balas dendam, dan hubungan manusia dengan alam.

Dengan produksi yang ambisius, visual memukau, dan pengorbanan para pemain serta kru, film ini menjadi landmark dalam perfilman modern. Meski beberapa aspek diperdebatkan dari sisi historis, karya ini tetap diakui sebagai sebuah mahakarya sinematografi zaman modern. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |