Universitas Paramadina Bahas Dinamika Asia Pasifik dan Luncurkan Buku Studi Hubungan Bilateral Tiongkok

2 weeks ago 24

Jakarta (pilar.id) – Kawasan Asia dan Pasifik kini menjadi episentrum dari berbagai dinamika geopolitik dan geoekonomi global. Dalam konteks persaingan kekuatan besar, transformasi sistem perdagangan internasional, dan isu keamanan maritim yang semakin kompleks, Universitas Paramadina menggelar General Lecture dan peluncuran buku bertajuk “Pengantar Studi Hubungan Bilateral Tiongkok dengan Negara-Negara di Asia dan Pasifik”.

Acara ini merupakan bagian dari rangkaian sesi International Conference on Democracy, Prosperity, Sustainability, and Peace yang diselenggarakan bersama Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Kamis (2/10/2025).

Dalam kuliah umum tersebut, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan, Prof. Aleksius Jemadu, menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia tengah menghadapi tantangan ganda: ketidakpastian global dan meningkatnya gejolak geopolitik. Ia menekankan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam BRICS bukan berarti mengesampingkan peran ASEAN sebagai jangkar utama diplomasi RI.

“Indonesia akan tetap menjaga ASEAN sebagai jangkar kebijakan luar negeri, namun di saat yang sama juga memperluas jejaring dengan kekuatan besar lainnya. Presiden mendatang akan menghadapi tantangan serius dalam menentukan arah kebijakan luar negeri hingga 2029,” ujarnya.

Prof. Aleksius juga menyoroti pergeseran sistem perdagangan global dari berbasis aturan (rule-based) menjadi berbasis kesepakatan (deal-based), menuntut Indonesia untuk memperkuat posisi tawar dalam arena internasional.

Ia menyebut bahwa meski ekspor Indonesia ke negara BRICS, terutama Tiongkok, meningkat, Amerika Serikat sebagai bagian dari G7 masih memiliki pengaruh signifikan. Oleh karena itu, strategi keseimbangan menjadi kunci agar Indonesia dapat meraih manfaat dari kedua blok besar tersebut.

Mengutip data Lowy Institute 2024, Tiongkok tercatat sebagai mitra dagang terbesar Indonesia dengan porsi impor 24%, disusul Amerika Serikat sebesar 6,9%. Hal ini menunjukkan kedalaman hubungan ekonomi RI-Tiongkok, meski tetap diperlukan keseimbangan diplomatik dan ekonomi dengan mitra lainnya.

Lebih jauh, Prof. Aleksius menekankan pentingnya kemandirian nasional, terutama dalam sektor pangan. “Indonesia sebagai middle power harus memiliki keberanian memainkan peran diplomasi secara aktif, dengan tetap berpegang pada prinsip hukum internasional,” tambahnya.

Sementara itu, Prof. Anak Agung Banyu Perwita, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pertahanan RI, menyoroti isu keamanan di Asia Pasifik. Ia menjelaskan bahwa kawasan ini menjadi pusat perhatian kekuatan regional maupun global, utamanya karena tingginya kompetisi geopolitik di Laut Tiongkok Selatan dan meningkatnya belanja militer negara-negara di kawasan.

“Asia Pasifik merupakan arena perebutan sumber daya strategis seperti nikel, batu bara, dan energi. Isu power politics, keamanan maritim, dan perlombaan senjata kini sangat menonjol,” jelas Prof. Banyu.

Ia juga menyinggung Belt and Road Initiative (BRI) sebagai bagian dari strategi besar Tiongkok dalam memenangkan kompetisi global. Menurutnya, strategi Tiongkok dibangun atas tiga pilar utama: economic statecraft, diplomasi regional dan global, serta modernisasi militer.

Berdasarkan pemetaan Lowy Institute, Tiongkok kini memiliki pengaruh dominan terhadap sebagian besar negara Asia Pasifik. Sebaliknya, Amerika Serikat hanya memiliki kedekatan strategis yang kuat dengan tiga dari 12 negara di kawasan tersebut, memperlihatkan pergeseran lanskap kekuatan secara nyata.

Acara diakhiri dengan peluncuran buku hasil riset dari Paramadina Asia and Pacific Institute (PAPI) berjudul “Pengantar Studi Hubungan Bilateral Tiongkok dengan Negara-negara di Asia dan Pasifik” yang disunting oleh Peni Hanggarini, Dosen Program Magister Hubungan Internasional Universitas Paramadina. Buku ini disusun oleh tim akademisi yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan alumni, yakni Mishka Husen Balfas, Emil Radhiansyah, Hizra Marisa, Bagas Rizky Ramadhan & Alia Rahmatulummah, Rizki Damayanti, Ratih Ariefianti Soeroto, dan Suhayatmi.

“Buku ini diharapkan menjadi rujukan penting bagi mahasiswa, peneliti, dan pengambil kebijakan dalam memahami arah dan dinamika hubungan bilateral Tiongkok di kawasan Asia Pasifik,” tutup Prof. Banyu. (usm)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |