Yogyakarta (pilar.id) – Konsumsi daging anjing di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih menjadi perhatian serius. Sebagai wilayah dengan tingkat konsumsi tertinggi ketiga di Pulau Jawa, lebih dari 6.000 anjing diperkirakan disembelih setiap bulannya.
Dalam rangka menyuarakan keprihatinan ini, Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) bersama Animal Friends Jogja (AFJ) menggelar sarasehan lintas iman bertajuk “Cinta Kasih Lintas Iman: Guyub Wujudkan Jogja Tanpa Daging Anjing”.
Acara ini merupakan bagian dari AFJ Bark in the Park II dan menjadi ruang dialog yang mempertemukan tokoh lintas agama, akademisi, komunitas pecinta hewan, dan pengelola shelter. Fokus utama adalah membangun kesadaran akan bahaya konsumsi daging anjing dari sisi etika, kesehatan publik, dan spiritualitas lintas iman.
Kesaksian dan Realitas Perdagangan Anjing
Victor Indrabuana, pendiri Shelter Ron-Ron Dog Care (RRDC), membuka sesi dengan kesaksian tentang penyelamatan 78 anjing dari praktik perdagangan ilegal di Kulon Progo pada 2021. “Kalau kita tidak ambil tindakan, mungkin anjing-anjing itu sudah mati sebelum sidang digelar,” ungkapnya.
Ia menyoroti lemahnya penegakan hukum dan belum adanya regulasi yang kuat sebagai penghambat utama. Menurutnya, kolaborasi antara komunitas dan aparat hukum membuktikan bahwa perubahan bisa terjadi, asalkan ada kemauan nyata dari semua pihak.
Dampak Kesehatan Publik: Bom Waktu di Tengah Masyarakat
Dr. Erwan Budi Hartadi dari Center for Tropical Medicine UGM mengulas bahaya konsumsi daging anjing dari perspektif kesehatan. Ia menyebutkan bahwa daging anjing umumnya berasal dari perdagangan ilegal tanpa pemeriksaan kesehatan, sehingga berisiko tinggi menyebarkan penyakit zoonosis seperti rabies dan leptospirosis.
“Penyembelihan anjing tanpa standar kesehatan adalah bom waktu. Ini bukan sekadar isu hewan, tapi juga isu kesehatan masyarakat,” jelasnya. Ia menegaskan pentingnya pendekatan One Health dalam menyikapi masalah ini.
Pandangan Lintas Iman: Seruan Kasih dan Keadilan untuk Hewan
Wiji Nurasih dari jaringan GUSDURian menyoroti perspektif Islam yang memuliakan hewan sebagai makhluk Tuhan. Ia merujuk pada kisah Ashabul Kahfi dalam Al-Quran yang menggambarkan anjing sebagai sahabat manusia.
“Anjing bukan hewan yang layak untuk disiksa atau dikonsumsi. Islam mengajarkan kasih sayang untuk semua ciptaan,” ujarnya.
Sementara itu, Suster Meita dari komunitas Katolik mengangkat pesan Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si, yang menekankan pentingnya menjaga seluruh ciptaan, termasuk hewan. “Kekerasan terhadap hewan adalah bentuk ketidakadilan ekologis dan spiritual,” tegasnya.
Harapan yang Belum Terpenuhi Pasca SE Gubernur DIY
Pada Desember 2023 lalu, Gubernur DIY telah menerbitkan Surat Edaran No. 510/13896 tentang Pengendalian Perdagangan Daging Anjing. Namun, menurut DMFI, hingga kini belum ada langkah nyata yang dilakukan pemerintah daerah.
“SE ini dikatakan sebagai langkah awal menuju Perda. Namun sampai sekarang, tidak ada perkembangan konkret,” kata Elsa Lailatul Marfu’ah, Koordinator Edukasi DMFI. Ia mendesak Pemerintah DIY untuk segera merealisasikan komitmennya melalui regulasi yang mengikat secara hukum.
Respons Pemerintah Daerah: Masih Terkendala Regulasi
Yulia Hermawati dari Biro Perekonomian dan SDA Setda DIY menyatakan bahwa Pemda DIY mendukung pelarangan konsumsi daging anjing, namun menegaskan bahwa masih dibutuhkan dukungan dari pemerintah pusat untuk membentuk regulasi yang lebih kuat.
Hal senada disampaikan oleh drh. Caecilia Ika Kushartanti dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya masih terkendala oleh belum adanya produk hukum yang bisa dijadikan dasar pelarangan konsumsi.
Dari sisi kesehatan, Darmawan dari Dinas Kesehatan DIY menekankan bahwa meski DIY bebas rabies, risiko tetap ada dari anjing yang berasal dari luar wilayah dan tanpa riwayat medis yang jelas.
Acara juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Dinas Pertanian, Pangan & Perikanan Kabupaten Sleman, serta Dinas Ketahanan Pangan & Pertanian Kabupaten Bantul.
Desakan Penegakan Hukum dan Komitmen Politik
Koalisi DMFI dan AFJ menegaskan bahwa tanpa adanya penegakan hukum yang tegas dan political will yang kuat, praktik konsumsi dan perdagangan daging anjing akan terus berlangsung.
Mereka berharap Pemerintah DIY tidak berhenti hanya pada penerbitan surat edaran, tetapi segera mewujudkan peraturan daerah yang melarang praktik ini secara resmi.
“Kami tidak ingin SE Gubernur hanya menjadi simbol. Ini saatnya DIY menunjukkan komitmennya untuk melindungi kesehatan masyarakat, kesejahteraan hewan, dan menjaga citra budaya yang menjunjung kasih sayang serta keadilan,” tutup Elsa. (mad/hdl)