Doktor ITS Kembangkan AI Berbasis MRI untuk Diagnosis Akurat Penyakit Otak

3 days ago 15

Surabaya (pilar.id) – Diagnosis penyakit otak seperti alzheimer dan tumor kini semakin terbantu dengan inovasi teknologi kecerdasan buatan (AI). Dr Dewinda Julianensi Rumala ST, doktor lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menciptakan sistem AI berbasis pencitraan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendukung akurasi diagnosis penyakit otak oleh tenaga medis.

Dalam disertasinya di Departemen Teknik Komputer ITS, Dewinda menjelaskan bahwa meskipun MRI telah lama menjadi alat utama dalam deteksi penyakit otak, proses interpretasi hasilnya masih sangat bergantung pada analisis manual oleh dokter. Padahal, deteksi dini sangat krusial dalam penanganan penyakit otak.

“AI dapat membantu mendeteksi pola-pola halus pada citra MRI yang mungkin tidak terlihat oleh mata manusia,” ujar Dewinda, Selasa, 15 April 2025, di Surabaya.

Deep Learning dan XAI Tingkatkan Kinerja dan Transparansi AI

Melalui risetnya, Dewinda mengembangkan pendekatan deep-stacked ensemble learning, yaitu metode yang menggabungkan beberapa jaringan saraf tiruan agar menghasilkan prediksi lebih stabil dan akurat.

“Tidak ada satu model yang sempurna, namun dengan menggabungkan berbagai model, sistem menjadi lebih kuat dan adaptif,” jelas perempuan asal Probolinggo itu.

Tak hanya akurat, AI ini juga dirancang transparan melalui penerapan Explainable AI (XAI) menggunakan teknik Grad-CAM. Fitur ini memungkinkan dokter melihat bagian citra MRI yang digunakan AI dalam mengambil keputusan, sehingga meningkatkan kepercayaan dalam penggunaannya.

Selaras dengan SDG dan Inklusif untuk Wilayah Terbatas

Inovasi ini mendukung sejumlah poin dalam Sustainable Development Goals (SDG), di antaranya poin 3 tentang peningkatan layanan kesehatan, poin 9 mengenai inovasi dan infrastruktur, serta poin 10 tentang pengurangan kesenjangan.

Model AI yang dikembangkan Dewinda dirancang ringan dan efisien, memungkinkan pemanfaatannya bahkan di daerah dengan keterbatasan infrastruktur teknologi.

“Model ini dibuat agar tetap akurat namun dapat dijalankan pada perangkat dengan spesifikasi terbatas. Harapannya bisa menjangkau lebih banyak kelompok masyarakat,” terangnya.

Mendunia: Jurnal Internasional, Paten, dan Penghargaan

Kualitas riset Dewinda telah diakui secara global. Hasil penelitiannya dipublikasikan dalam tiga jurnal internasional dan lima konferensi terindeks Scopus, termasuk Springer Q1. Ia juga menerima penghargaan Best Poster Presentation di MICCAI Workshop, konferensi bergengsi di Kanada untuk AI dalam analisis citra medis.

Tak hanya itu, bersama dosen pembimbingnya Prof Dr I Ketut Eddy Purnama ST MT, Dewinda mencatatkan dua paten nasional untuk inovasi sistem klasifikasi penyakit otak berbasis AI, yakni SICOSA2U dan iBrain2U.

Harapan Masa Depan: AI untuk Medis yang Lebih Inklusif

Ke depan, Dewinda berencana memperluas model dengan dataset lebih besar agar AI dapat menyesuaikan diri dengan kondisi pasien yang lebih beragam.

“Semoga inovasi ini menjadi fondasi pengembangan sistem AI medis yang lebih inklusif dan benar-benar bermanfaat di dunia kesehatan,” pungkas pengulas ilmiah aktif di konferensi MIDL dan MICCAI ini. (ted)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |