AstraZeneca dan CISC Dorong Skrining Kanker Paru Lebih Dini, LDCT dan Tes EGFR Jadi Kunci

3 days ago 12

Jakarta (pilar.id) – AstraZeneca Indonesia bersama Indonesian Cancer Information and Support Center (CISC) menegaskan pentingnya skrining kanker paru secara dini sebagai langkah krusial dalam menurunkan angka kematian akibat kanker.

Melalui sesi edukasi bertajuk Pentingnya Skrining Kanker Paru, kedua pihak mengajak masyarakat untuk mengenal manfaat skrining dengan Low-Dose CT Scan (LDCT) serta pemeriksaan biomarker seperti tes EGFR, guna menunjang pengobatan yang lebih personal dan efektif.

Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, menyampaikan bahwa pemberdayaan pasien melalui edukasi adalah langkah awal dalam perlawanan terhadap kanker paru.

“Sebagai perusahaan biofarmasi berbasis sains, kami berkomitmen menghadirkan solusi inovatif dengan menempatkan pasien di pusat setiap inisiatif,” ujar Esra.

Ketua Umum CISC, Aryanthi Baramuli Putri, juga menyambut positif kolaborasi ini. “Sebagian besar kasus kanker paru masih terdiagnosis pada stadium lanjut. Padahal, skrining dini secara signifikan meningkatkan harapan hidup pasien,” jelasnya.

LDCT Turunkan Risiko Kematian Akibat Kanker Paru

Menurut GLOBOCAN 2022, terdapat 2,4 juta kasus baru kanker paru di dunia dengan hampir 1,8 juta kematian, atau 16,8 persen dari seluruh kematian akibat kanker. Di Indonesia sendiri, kanker paru menyumbang 14,1 persen dari total kematian kanker.

Dr. Jamal Zaini, Ph.D, Sp.P.K.R, Subsp. Onk.T. (K), menegaskan pentingnya skrining sejak dini, terutama pada individu dengan risiko tinggi seperti perokok aktif, perokok pasif, serta yang terpapar zat karsinogenik.

“LDCT memungkinkan deteksi kelainan paru yang sangat kecil bahkan sebelum gejala muncul, sehingga memungkinkan intervensi lebih awal,” kata dr. Jamal.

Dua studi internasional mendukung efektivitas LDCT: National Lung Screening Trial (AS) mencatat penurunan kematian sebesar 20 persen, sedangkan NELSON Trial (Eropa) menunjukkan penurunan hingga 33 persen pada wanita dan 24 persen pada pria.

Berdasarkan pedoman Kementerian Kesehatan, skrining LDCT direkomendasikan setiap dua tahun bagi individu usia 45 tahun ke atas yang memiliki riwayat merokok berat atau paparan zat karsinogenik. Untuk individu dengan riwayat genetik kanker, skrining dianjurkan sejak usia 40 tahun.

Tes EGFR: Menentukan Terapi yang Tepat untuk Kanker Paru NSCLC

Kanker paru terdiri dari dua tipe utama: Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) dan Small Cell Lung Cancer (SCLC). NSCLC mencakup sekitar 85 persen kasus dan dapat ditangani lebih efektif jika diketahui subtipenya.

“Jika hasil biopsi menunjukkan NSCLC adenokarsinoma, maka tes EGFR sangat penting untuk menentukan terapi target yang paling sesuai,” jelas dr. Jamal.

Organisasi seperti NCCN dan ESMO merekomendasikan tes EGFR bagi semua pasien NSCLC. Meta-analisis dari 57 studi mencatat prevalensi mutasi EGFR sebesar 49,1 persen pada pasien NSCLC stadium lanjut di Asia — jauh lebih tinggi dibandingkan di Eropa.

Jika hasil tes EGFR positif, pasien dapat menjalani terapi target menggunakan obat generasi pertama (gefitinib, erlotinib), kedua (afatinib, dacomitinib), maupun ketiga (osimertinib). Osimertinib disebut-sebut sebagai pilihan unggulan karena efektif menembus sawar darah otak dan memiliki efek samping lebih ringan dibandingkan kemoterapi. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |