Surabaya (pilar.id) – Kota Surabaya dinobatkan sebagai daerah dengan kapasitas fiskal terkuat di Indonesia dalam Musyawarah Nasional (Munas) VII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) 2025.
Penghargaan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Wamendagri RI), Bima Arya Sugiarto, dalam pembukaan Munas yang dihadiri oleh 98 wali kota dari seluruh Indonesia, Kamis (8/5/2025) di Convention Hall Grand City, Surabaya.
Dalam sambutannya, Bima Arya mengungkapkan bahwa tantangan besar bangsa ke depan adalah memperkuat kapasitas fiskal daerah secara merata. Ia menyebut Surabaya sebagai contoh kota dengan kekuatan fiskal yang menonjol.
“Saya ingin memberikan semangat kepada Kota Surabaya dengan kapasitas terkuat di Republik Indonesia. Yakni 73 persen pendapatan asli daerahnya,” ujar Bima Arya.
Selain Surabaya, beberapa kota lain yang disebut memiliki kapasitas fiskal kuat antara lain Semarang, Bekasi, Tangerang Selatan, Denpasar, Tangerang, Bogor, Bandung, Batam, dan Medan.
Bima menegaskan bahwa impian menuju 2045 adalah seluruh kota di Indonesia memiliki kapasitas fiskal yang tangguh dan berkelanjutan.
Ia juga menyoroti pentingnya efisiensi sebagai strategi utama memperkuat keuangan daerah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Keuangan Daerah, anggaran perjalanan dinas yang semula Rp 44 triliun telah dipangkas menjadi Rp 34 triliun, sedangkan anggaran kegiatan seremonial dikurangi dari Rp 48 triliun menjadi Rp 45 triliun.
“Efisiensi adalah investasi jangka panjang. Kita butuh membangun pendekatan baru, cara baru, dan menghapus pemborosan agar tercipta ruang fiskal yang kokoh,” tegasnya.
Efisiensi dan Prioritas Surabaya Jadi Contoh Nasional
Bima Arya memberikan apresiasi kepada Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang dianggap berhasil menerapkan efisiensi anggaran secara optimal.
Salah satunya adalah pengalihan anggaran Rp 1 triliun yang semula direncanakan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi anggaran pembangunan sekolah dan sarana prasarana pendidikan.
Wali Kota Eri menegaskan bahwa penguatan fiskal memerlukan skala prioritas dalam pembangunan. Menurutnya, program pendidikan dan kesehatan harus sejalan dengan pembangunan infrastruktur strategis yang mendorong pertumbuhan ekonomi kota.
“Pembangunan harus berdampak langsung bagi warga. Kami ingin pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan,” kata Eri.
Ia juga menekankan pentingnya pembiayaan alternatif dalam mempercepat pembangunan, khususnya untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Paradigma Baru: Pembangunan Bersama Warga dan Kawasan
Lebih lanjut, Eri menyebut bahwa paradigma pembangunan kini berubah dari “governing for citizen” menjadi “governing with citizen”. Pemerintah daerah, termasuk DPRD, harus berperan aktif dan kolaboratif bersama masyarakat dalam proses pembangunan.
Eri juga menyoroti pentingnya pendekatan pembangunan berbasis kawasan, bukan sekadar batas administratif. Ia mencontohkan integrasi transportasi publik yang memerlukan kerja sama lintas daerah antara Surabaya dan wilayah sekitarnya.
“Pembangunan yang berorientasi kawasan dan aglomerasi menjadi kunci dalam menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Dengan keberhasilan ini, Surabaya tidak hanya menjadi contoh dalam pengelolaan fiskal, tetapi juga menunjukkan arah baru pembangunan kota modern yang berdaya saing tinggi dan inklusif. (rio/hdl)