Festival Dealing in Distance Hadir di Denpasar, Redefinisi Pengalaman Diaspora Asia Tenggara

6 hours ago 8

Denpasar (pilar.id) – Goethe-Institut Indonesien akan menyelenggarakan festival mini bertajuk Dealing in Distance yang menyoroti praktik seni kontemporer dari seniman Asia Tenggara dan diaspora yang berbasis di Jerman serta kawasan Asia Tenggara. Festival ini dijadwalkan berlangsung di sejumlah lokasi di Denpasar, Bali, pada 22–25 Januari 2026.

Penyelenggaraan di Denpasar merupakan bagian dari rangkaian festival yang sebelumnya digelar di Hanoi dan Ho Chi Minh City pada pekan pertama dan kedua Januari 2026. Melalui pendekatan lintas disiplin, festival ini mengajak publik mengeksplorasi ulang makna diaspora, migrasi, dan identitas dari sudut pandang personal maupun kolektif.

Proses pengembangan Dealing in Distance telah berjalan sejak 2023, mencakup program residensi seniman, pertemuan jejaring, serta kolaborasi lintas negara. Festival ini melibatkan lebih dari 15 seniman yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Laos, termasuk seniman Asia Tenggara yang kini bermukim dan berkarya di Jerman.

Para peserta merupakan gabungan dari seniman yang mengikuti program residensi Dealing in Distance di Indonesia, Filipina, dan Vietnam, peserta terpilih dari panggilan terbuka, serta seniman lokal yang diseleksi oleh kurator setempat. Karya-karya mereka akan disajikan dalam beragam format, mulai dari pameran seni visual, pertunjukan, lokakarya, hingga pemutaran film dan program satelit lainnya.

Festival ini dirancang sebagai ruang dialog lintas budaya antara seniman dan komunitas lokal. Seluruh rangkaian program dikurasi secara kolaboratif bersama kurator lokal guna memastikan keterkaitan dengan konteks sosial dan budaya Denpasar serta Bali secara lebih luas.

Kepala Program Budaya Goethe-Institut Indonesien, Marguerite Rumpf, menilai festival ini sebagai upaya memperluas pemahaman konseptual mengenai identitas diaspora dengan pendekatan yang lebih empatik dan reflektif. Melalui Dealing in Distance, publik didorong untuk terlibat aktif dalam proses penciptaan gagasan kolektif tentang rumah, rasa memiliki, serta pembacaan ulang terhadap makna keduanya dalam konteks migrasi dan jarak.

Sementara itu, kurator regional festival, Nguyen Hai Yen (Red), menggunakan filosofi rimpang dari pemikiran Gilles Deleuze dan Félix Guattari sebagai landasan kuratorial. Pendekatan ini memandang diaspora sebagai jaringan yang terus tumbuh dan saling terhubung, melampaui batas geografis dan identitas tunggal.

Dalam kerangka tersebut, jarak dipahami bukan semata sebagai ukuran geografis, melainkan sebagai ruang antara yang dinamis dan terus berkembang. Perspektif ini menempatkan jarak sebagai metode untuk berpindah, bertransformasi, dan membangun relasi baru, sekaligus memberi ruang bagi memori dan imajinasi para seniman yang terlibat.

Melalui festival Dealing in Distance, Goethe-Institut Indonesien berupaya menghadirkan wacana seni yang relevan dengan isu global sekaligus berakar pada pengalaman lokal, menjadikan Denpasar sebagai salah satu titik penting dalam percakapan diaspora Asia Tenggara di ranah seni kontemporer. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |