
Jakarta (pilar.id) – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melalui Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, menyatakan komitmennya untuk membantu distribusi 177 film nasional yang belum sempat tayang di bioskop.
Dukungan ini diwujudkan lewat kolaborasi strategis dengan PT Produksi Film Negara (PFN), sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini berfokus pada pembiayaan dan distribusi film.
Pernyataan ini disampaikan usai pertemuan antara Kemenparekraf dan PFN yang digelar di Kantor Kementerian Ekraf, Jakarta, pada Senin, 1 Juli 2025.
“Kita harus selamatkan 177 film ini agar dapat terdistribusi ke bioskop-bioskop. Kemenparekraf akan membantu promosi film-film tersebut dengan melibatkan berbagai pihak,” ujar Menteri Ekraf, Teuku Riefky Harsya.
Kolaborasi Hexahelix untuk Ekosistem Film yang Kuat
Dalam upaya memperkuat ekosistem industri film nasional, Menteri Ekraf menekankan pentingnya pendekatan kolaborasi hexahelix. Model ini mencakup kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga keuangan, pelaku industri, komunitas kreatif, dan akademisi.
Sejak tujuh tahun terakhir, Kemenparekraf telah mendorong lahirnya 81 creative hub di berbagai daerah. Fasilitas ini dilengkapi dengan bioskop mini serta ruang inkubasi untuk pelaku industri kreatif.
“Kami juga bekerja sama dengan Kemenko Perekonomian menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) khusus senilai Rp500 juta. Ini adalah solusi konkret untuk menjawab tantangan pembiayaan pelaku industri kreatif,” jelas Menteri Riefky.
Selain itu, Kemenparekraf juga mendorong Dinas Ekonomi Kreatif di daerah untuk lebih aktif dalam menjembatani pelaku usaha dengan investor serta memfasilitasi promosi karya-karya lokal.
Transformasi PFN sebagai Kanal Distribusi Film
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Utama PFN Riefian Fajarsyah memaparkan bahwa PFN telah bertransformasi dari rumah produksi menjadi fasilitator pembiayaan dan distribusi film. Melalui dua platform andalan—Indonesia Film Financing (IFF) dan Indonesia Film Facilitation (IFFa)—PFN memberikan akses terhadap pemanfaatan aset negara untuk mendukung produksi film nasional.
“PFN kini menjadi kanal distribusi bagi rumah produksi kecil untuk tayang di bioskop maupun platform OTT. Fokus kami bukan lagi produksi, melainkan penguatan akses dan pembiayaan,” ungkap Riefian.
PFN juga tengah mengembangkan kawasan seluas 26.000 meter persegi yang akan difungsikan sebagai kantor dan studio virtual production. Fasilitas ini dirancang mendukung proses produksi yang efisien dan berkelanjutan, beroperasi dari pukul 09.00 hingga 19.00 WIB.
Turut hadir dalam audiensi ini Kepala Sekretariat Perusahaan PFN Ihsan Chairdiansyah, Deputi Bidang Kreativitas Media Kemenparekraf Agustini Rahayu, dan Direktur Film, Animasi, dan Video Doni Setiawan.
Langkah kolaboratif antara Kemenparekraf dan PFN ini menjadi angin segar bagi industri perfilman nasional. Dengan pendistribusian dan promosi 177 film yang tertunda, serta dukungan pembiayaan yang lebih inklusif, diharapkan industri film Indonesia bisa tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. (mad/hdl)