Samarinda (pilar.id) – The 355, film aksi mata-mata yang dirilis pada Januari 2022, mencoba menyegarkan genre spionase dengan pendekatan perempuan sebagai tokoh utama.
Disutradarai Simon Kinberg dan dibintangi oleh Jessica Chastain, Penélope Cruz, Lupita Nyong’o, Diane Kruger, dan Fan Bingbing, film ini awalnya digadang-gadang sebagai “James Bond versi wanita”. Namun, alih-alih sukses besar, film ini justru menjadi salah satu kegagalan komersial Universal Pictures.
Plot: Misi Menyatukan Agen Perempuan Internasional
Mengambil nama dari Agent 355, mata-mata perempuan era Revolusi Amerika, film ini mengisahkan lima agen rahasia dari berbagai negara yang bersatu mencegah perangkat dekripsi canggih jatuh ke tangan teroris. Perangkat ini mampu mengakses sistem digital global, mengancam keamanan dunia.
Mason “Mace” Brown (Jessica Chastain), agen CIA, harus bekerja sama dengan agen BND asal Jerman (Diane Kruger), agen MSS asal Tiongkok (Fan Bingbing), analis psikologi DNI Kolombia (Penélope Cruz), dan mantan agen MI6 asal Inggris (Lupita Nyong’o). Meski penuh ketegangan dan pengkhianatan—termasuk dari mantan kekasih Mace sendiri—mereka berhasil menghentikan ancaman, meskipun tidak tanpa pengorbanan.
Produksi: Ide dari Jessica Chastain, Eksekusi oleh Simon Kinberg
Ide film ini lahir dari Jessica Chastain saat bekerja dengan Simon Kinberg dalam film Dark Phoenix. Ia ingin menghadirkan film mata-mata dengan tim perempuan internasional. Proyek ini resmi diumumkan pada Festival Film Cannes 2018 dan mulai syuting pertengahan 2019 di Paris, Maroko, dan London.
Namun, sejak trailer dirilis, kontroversi muncul—terutama karena pemilihan Penélope Cruz, aktris Spanyol, sebagai karakter Kolombia. Meski dibela Chastain sebagai representasi “jaringan internasional”, kritik terhadap casting tetap ramai.
Performa Box Office: Jauh dari Ekspektasi
Dengan anggaran USD 75 juta, The 355 hanya meraup USD 27,8 juta secara global. Di Amerika Serikat, film ini hanya menghasilkan USD 4,6 juta pada pekan pembukaan, kalah jauh dari film populer seperti Spider-Man: No Way Home dan Sing 2. Universal diperkirakan merugi hingga USD 93 juta dari proyek ini.
Penonton didominasi perempuan (56%) dan dewasa usia 25 tahun ke atas (73%). Meski kampanye pemasaran cukup kuat, pendeknya jadwal rilis bioskop (45 hari) dan naiknya kasus COVID-19 varian Omicron menjadi faktor penghambat distribusi.
Ulasan Kritis: Antara Apresiasi Pemeran dan Kekecewaan Cerita
Secara umum, The 355 menerima ulasan negatif dari kritikus. Di Rotten Tomatoes, film ini hanya meraih rating 24% dari 226 ulasan. Metacritic mencatat skor 40/100. Para kritikus menyebut film ini “generik”, “terlalu mengandalkan konsep girl power”, dan “tidak menawarkan narasi baru”.
Helen O’Hara dari Empire menilai, “Casting luar biasa, tapi ceritanya terlalu mudah ditebak.” Sementara Benjamin Lee dari The Guardian menyebut, “Mengganti agen pria dengan wanita tidak cukup untuk membuat film ini terasa segar.”
Namun beberapa kritikus memberikan catatan positif, seperti Leah Greenblatt dari Entertainment Weekly yang menyebut film ini “hiburan ringan dengan cita rasa pop-feminisme”, dan Owen Gleiberman dari Variety yang menilainya sebagai “versi bagus dari film Netflix generik”.
Niat Baik Tak Cukup Tanpa Cerita Kuat
The 355 adalah contoh nyata bahwa niat memperjuangkan representasi perempuan di layar lebar perlu dibarengi dengan eksekusi cerita yang matang. Meski menghadirkan jajaran bintang kelas dunia, aksi yang mendebarkan, dan ide dasar progresif, film ini gagal memberikan pengalaman sinematik yang mengesankan bagi mayoritas penontonnya.
Bagi penonton yang mengharapkan film aksi ringan dengan pesan persatuan lintas budaya, The 355 tetap bisa menjadi pilihan hiburan. Namun bagi pecinta film spionase yang menginginkan kedalaman cerita, The 355 mungkin terasa kurang menggigit. (ret/hdl)