Tingkat Kelangsungan Hidup Pasien Kanker di Atas 95 Persen dengan Deteksi Awal

1 week ago 24

Jakarta (pilar.id) – Tingkat kelangsungan hidup (survival rate) pasien kanker bisa di atas 95 persen, artinya bisa sembuh bila terdekteksi sejak stadium nol. Hal ini disampaikan oleh Hospital Director MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Adityawati Ganggaiswari, M.Biomed, dalam rangkaian acara Siloam Oncology Summit 2025, 17-18 Mei 2025 di Jakarta.

Acara ini diselenggarakan oleh Mochtar Riady Comprehensive Cancer Centre (MRCCC) Siloam Hospitals Semanggi, Jakarta.

Pernyataan tersebut memberi harapan bagi masyarakat bahwa penyakit kanker bukan akhir segalanya. Selalu ada harapan, tergantung jenis kanker, stadium saat penanganan, dan juga banyak faktor lain yang perlu diedukasi ke masyarakat.

“Breast cancer merupakan angka terbesar dari jenis kanker lain. Bila kanker payudara sudah diketahui sejak stadium nol yaitu ketika sel kanker secara histologi, belum tembus membran basal, maka survival rate bisa di atas 95 persen. Artinya tidak perlu kemoterapi,” kata dr. Aditya.

Stadium nol ini didapat dari dari mamografi (pemeriksaan payudara menggunakan sinar-X ), sedangkan dengan perabaan biasanya belum terasa ada benjolan.

Pada stadium nol, setelah sel kanker diangkat, tidak perlu kemoterapi karena sel kanker sudah tidak ada. Namun bukan berarti sembuh total. Pasien harus tetap cek rutin untuk memantau, sebab ada kemungkinan sel kanker bisa tumbuh lagi.

Pada kasus kanker payudara, survival rate ini akan menurun seiring meningkatnya stadium saat terdeteksi dan langsung pengobatan.

Lebih detail, dr. Aditya menyampaikan, jika terdeteksi saat stadium 1, maka survival rate-nya antara 90-95 persen, sehingga perlu kemoterapi. Saat terdeteksi sudah ada keterlibatan kelenjar yang diserang, artinya ada di stadium 2-3, maka survival rate antara 85 persen-87 persen.

Bila terdeteksi pada stadium 4, sudah menyebar ke hati, tulang, dan mungkin otak. Jika penyebarannya sudah lebih luas, maka survival rate bisa 30 persen kurang. “Penyebaran kanker ini dalam hitungan detik, doubling counting cepat sekali,” tambah dr. Aditya.

Edukasi Menyeluruh

“Dari data kami, 60 persen pasien yang datang ke kami sudah stadium lanjut. Bebannya jadi lebih berat, baik biaya maupun beban psikologis,” kata CEO MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, dr. Edy Gunawan, MARS. Angka paling tinggi adalah pasien kanker payudara.

Melihat data tersebut, MRCCC memiliki program Selangkah Semangat Lawan Kanker (SELANGKAH), yaitu program dari Siloam Hospitals Group untuk memberikan layanan skrining kanker payudara gratis bagi perempuan Indonesia yang tidak memiliki akses ke skrining. Inisiatif ini terselenggara di seluru cabang RS Siloam sejak tahun 2023.

“Selain itu, kami juga mengadakan edukasi pada petugas medis yang bertugas di faskes tingkat pertama,” tambah dr. Edy.

Petugas medis ini meliputi dokter umum, apoteker, dan perawatan di area-area yang menjadi tujuan utama ketika pasien mengeluhkan suatu penyakit. Mereka juga diundangan di acara SOS ini. Harapannya, jika sudah terdeteksi di front line, maka tidak salah diagnosa sehingga jika dirujuk pun masih stadium awal.

Edy menjelaskan, karena kurangnya pengetahuan dari tenaga medis yang bertugas di front line, kanker tidak terdeteksi. Misalnya, 30 persen diagnosa pertama TBC sehingga pasien menjalani pengobatan TBC selama 6 bulan. Setelah 6 bulan tidak sembuh, barulah dirujuk ke MRCCC dan sudah stadium lanjut.

Jika mengandalkan dokter ongkologi, jumlahnya masih sangat terbatas. Di Indonesia, harusnya rasio kebutuhan dokter 1 banding 1000, sementara sementara indeks yang tersedia baru 0,17. Apalagi ketersediaan onkolog, makin sedikit lagi.

Oleh sebab itu, dari jumlah onkolog yang sedikit itu, berbagai cara dilakukan agar menjangkau semua pasien. Misalnya dengan konsultasi daring yang dibantu dokter umum dalam mengumpulkan data pasien.

Dokter umum akan membantu observasi awal dan juga menjelaskan lebih lanjut untuk mempersingkat waktu onkologi. Dengan sistem ini, dalam satu jam, onkolog bisa menangani 1-4 pasien dengan lebih efektif.

Penanganan Multidisiplin

Lebih lanjut, dr. Edy menyampaikan bahwa penanganan kanker bukan hanya terkait penanganan medis, tapi juga dampak psikologi, sosial, dan ekonomi. Hal ini menjadi fokus dari SOS 2025 bahwa penanganan kanker harus multidisiplin.

Terkait soal biaya, dr. Edy menyampaikan bahwa MRCCC Siloam Hospitals Semanggi menerima pasien BPJS. “Meski rumah sakit swasta, kami menerima pasien BPJS,” kata dr. Edy.

Selain itu, dari sisi psikologi, dukungan terhadap pasien bukan hanya dari dokter dan tenaga medis tapi juga dukungan dari komunitas kanker yaitu patient navigator.

Komunitas ini beranggotakan 700 orang, terdiri dari relawan, penyintas kanker, keluarga penyintas kanker yang bertugas di poliklinik. Aktivitas berbasis grup ini memberikan support service kepada pasien, utamanya pasien baru.

“Mereka memberikan patient journey, bukan hanya rute dari lobi rumah sakit, tapi “journey” dalam menjalani pengobatan secara menyeluruh,” terang dr. Edy.

Patient journey ini meliputi hal terkait administratif misalnya cara mengurus asuransi dan BPJS. Juga pada saat indikasi kanker, tindakan apa yang harus dilakukan.

Pengalaman di MRCC, pasien yang didiagnosa kanker akan mendapatkan banyak informasi dari berbagai sumber sehingga mencoba berbagai cara pengobatan. Pada saat kembali lagi, stadiumnya meningkat.

Melalui komunitas maka akan ada berbagi pengalaman mulai dari diagnonis, terapi pertama hingga follow up ketika sel kanker sudah dinyatakan tidak ada. Meski sudah sembuh, memang harus terus dipantau sebab bisa muncul lagi bahkan 5 tahun kemudian. (tik)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |