UNICEF Ingatkan Risiko Generasi yang Hilang Akibat Pemotongan Dana Global

6 days ago 24

Dhaka (pilar.id) – Duta Kehormatan UNICEF, Orlando Bloom, melakukan kunjungan ke kamp pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, pada awal November 2025 untuk meninjau dampak serius pemotongan bantuan pembangunan internasional (ODA) terhadap setengah juta anak pengungsi.

Selama kunjungan selama empat hari tersebut, Bloom bertemu dengan anak-anak, keluarga, dan pekerja kemanusiaan guna memahami skala tantangan yang dihadapi, termasuk ancaman terhadap akses pendidikan, kesehatan, dan perlindungan anak.

UNICEF menyebutkan, lebih dari 300.000 anak Rohingya berisiko kehilangan akses pendidikan pada 2026 jika tren penurunan pendanaan global terus berlanjut. Sebelumnya, pada Juni 2025, lembaga ini terpaksa menutup sebagian besar sekolah di kamp pengungsi karena kekurangan dana, berdampak pada hampir 150.000 anak. Meski sekolah-sekolah telah dibuka kembali berkat upaya penggalangan dana, kekhawatiran akan penutupan ulang masih tinggi.

Bloom mengungkapkan kekhawatiran terhadap masa depan anak-anak Rohingya yang sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan. Ia menyoroti pentingnya pendidikan sebagai jalan keluar dari kemiskinan dan risiko sosial, terutama bagi anak perempuan yang rentan terhadap perkawinan anak dan eksploitasi di tengah kondisi krisis.

Bagi anak-anak di situasi darurat, sekolah menjadi tempat aman sekaligus harapan masa depan. Namun, tanpa pendidikan formal, mereka menghadapi risiko lebih besar terhadap kekerasan, perdagangan manusia, dan perekrutan oleh kelompok bersenjata.

Selain pendidikan, UNICEF juga memperkuat layanan air bersih, sanitasi, dan kebersihan (WASH) untuk mencegah wabah penyakit di kamp. Meski demikian, laporan menunjukkan peningkatan 24 persen kasus penyakit kulit, seperti kudis, dibandingkan tahun sebelumnya akibat buruknya sanitasi yang memengaruhi lebih dari 500 ribu pengungsi.

Penurunan dana juga berdampak pada keamanan anak. Pada Oktober 2025, lebih dari 400 anak Rohingya dilaporkan menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia berat, termasuk penculikan dan perekrutan paksa oleh kelompok bersenjata — tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Krisis gizi turut memburuk. Data UNICEF menunjukkan kenaikan 11 persen kasus malnutrisi akut berat pada anak di bawah lima tahun antara Januari dan September 2025. Organisasi ini memperingatkan, tanpa pendanaan berkelanjutan setelah 2025, ribuan anak dan ibu akan kehilangan akses terhadap layanan penyelamatan jiwa.

Perwakilan UNICEF di Bangladesh, Rana Flowers, menyebut kondisi ini berpotensi menciptakan “generasi hilang” di antara anak-anak Rohingya. Ia menegaskan, pemotongan dana global dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan, kehilangan masa kanak-kanak, bahkan kematian akibat kurangnya makanan, layanan kesehatan, serta perlindungan dari kekerasan.

Kunjungan Bloom dilakukan di tengah tren penurunan bantuan luar negeri dari banyak pemerintah dunia. UNICEF memperingatkan, penurunan pendapatan global minimal 20 persen dalam empat tahun ke depan dapat semakin memperburuk situasi kemanusiaan.

Lembaga itu menyerukan komunitas internasional untuk segera meningkatkan dukungan. UNICEF menegaskan bahwa situasi di kamp Rohingya kini telah menjadi krisis kelangsungan hidup anak, dan tanpa bantuan segera, jutaan anak berisiko kehilangan masa depan mereka. (usm)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |