Jakarta (pilar.id) – Pasar kripto kembali mengalami tekanan signifikan setelah keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga pada bulan ini. Alih-alih mendorong reli, kebijakan ini justru menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan investor karena dianggap mencerminkan pelemahan ekonomi Amerika Serikat.
Per Kamis (25/9/2025), harga Bitcoin (BTC) tercatat anjlok ke kisaran US$111.548 atau setara Rp1,86 miliar (kurs Rp16.750 per dolar AS), turun lebih dari 4,7% dalam sepekan.
Tak hanya BTC, sejumlah altcoin utama juga turut terpuruk. Ethereum (ETH) melemah hingga 11% ke level US$3.990, XRP turun 6% menjadi US$2,89, dan Solana (SOL) mencatatkan penurunan terdalam lebih dari 15% ke US$203. Sementara itu, BNB ikut turun ke US$988.
Tekanan Akibat Likuidasi & Kuatnya Dolar
Analis menyebut, tekanan harga ini dipicu oleh likuidasi besar-besaran di pasar derivatif serta melemahnya aliran dana ke ETF Bitcoin spot. Di sisi lain, penguatan dolar AS dan lonjakan imbal hasil obligasi mendorong investor berpaling ke aset safe haven seperti emas, yang saat ini nyaris menyentuh US$3.800 per ons.
Data dari The Block menunjukkan bahwa sejak awal Agustus, nilai ETF BTC hanya tumbuh sekitar 2%, jauh tertinggal dibanding ETF ETH yang justru melonjak 33%. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran minat investor institusional ke Ethereum, bukan lagi Bitcoin semata.
Bitcoin Masih Konsolidasi, Bukan Bearish?
Menurut Fyqieh Fachrur, analis dari Tokocrypto, pola pelemahan harga setelah pemangkasan suku bunga bukanlah hal baru dalam pasar kripto.
“Pasar biasanya cenderung lesu lebih dulu sebelum menemukan titik stabil, lalu memasuki fase pertumbuhan baru beberapa bulan kemudian,” ujar Fyqieh.
Ia menilai bahwa saat ini Bitcoin masih dalam fase konsolidasi dengan support kuat di sekitar US$111.000. Meskipun tekanan jual cukup besar, data on-chain menunjukkan cadangan BTC di bursa turun ke 2,4 juta BTC, level terendah tahun ini. Ini menandakan bahwa kepercayaan holder jangka panjang tetap terjaga.
“Jika BTC mampu menembus level psikologis US$114.000, potensi pemulihan bisa terjadi. Tapi jika gagal, ada risiko turun ke bawah US$110.000, yang bisa menyeret altcoin lebih dalam,” tambahnya.
Potensi dan Risiko Jangka Pendek
Dalam jangka pendek, volume perdagangan yang rendah membuat pasar rentan terhadap fluktuasi ekstrem. Namun, jika BTC berhasil menembus US$118.000, peluang menuju US$125.000 akan terbuka. Bahkan, skenario optimistis menyebut target US$140.000 sebelum akhir 2025 masih cukup realistis, meski risiko koreksi hingga US$108.000 juga tetap mengintai.
Ke depan, arah pasar kripto diprediksi akan tetap bergantung pada performa Bitcoin. Altcoin seperti Ethereum, Solana, dan XRP kemungkinan akan mengikuti pergerakan BTC, seiring dengan pengaruh besar dari sentimen makroekonomi global serta minat investor institusional terhadap produk kripto berbasis ETF.
Meski tren saat ini menunjukkan pelemahan, para analis belum sepenuhnya menyatakan bahwa pasar telah masuk ke fase bearish penuh. Selama support psikologis Bitcoin bertahan dan sentimen institusional kembali pulih, pasar kripto masih berpeluang bangkit dalam waktu dekat. (ret/hdl)