Konferensi Internasional Indonesia Forum ke-18 Bahas Demokrasi dan Tata Kelola di Paramadina

2 weeks ago 48

Jakarta (pilar.id) – Universitas Paramadina sukses menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Indonesia Forum (IIF) ke-18 yang digelar pada 17–18 September 2025. Mengangkat tema Good Governance and Democracy in Indonesia, forum ini mempertemukan akademisi, peneliti, mahasiswa, dan praktisi dari dalam maupun luar negeri untuk mendiskusikan dinamika demokrasi dan tata kelola pemerintahan di Indonesia.

Acara dibuka dengan sambutan dari Dr. Fatchiah E. Kertamuda selaku Wakil Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Frank Dhont dari National Cheng Kung University mewakili International Indonesia Forum, serta Dr. Sunaryo, Kepala LPPM Universitas Paramadina.

Sesi pembukaan juga menghadirkan Keynote Panel bertajuk Governing the Indonesian Democracy? dengan narasumber terkemuka seperti Assoc. Prof. Ahmad Khoirul Umam (Universitas Paramadina), Prof. Al Makin (UIN Sunan Kalijaga), William Tuchrello, MA (IIF), serta Prof. David Price (Charles Darwin University, Australia). Diskusi dipandu oleh Prof. Rosdiana Sijabat dari Unika Atma Jaya.

Diskusi Multidisiplin dan Perspektif Global

Dalam dua hari penyelenggaraan, konferensi ini menyajikan enam panel paralel dengan topik beragam, mulai dari Islam, demokrasi, tata kelola pemerintahan, identitas budaya, migrasi, komunikasi politik era digital, hingga kasus tata kelola bisnis, lingkungan, dan masyarakat.

Peserta dari berbagai negara, termasuk Polandia, Jepang, Taiwan, Australia, India, dan Norwegia, turut memperkaya perspektif dan membuka ruang dialog lintas disiplin serta budaya.

Beberapa presentasi penting antara lain:

  • Prof. Al Makin dengan tema “Democracy without Virtue? Corruption, Leadership, and the Loss of Integrity in Indonesia”, menyoroti praktik korupsi dan krisis integritas dalam demokrasi.
  • Dian Nafiatul Awaliyah (Universitas Sultan Fatah) yang menekankan pentingnya tata kelola baik dalam pembangunan lingkungan pesisir berkelanjutan.
  • Azzumar Adhitia Santika bersama Ari Santoso Widodo Poespodihardjo yang mengkritisi pandangan Presiden Subianto mengenai oposisi politik.
  • Muhamad Iksan (Universitas Paramadina) yang memanfaatkan pendekatan Game Theory untuk menganalisis praktik korupsi di Indonesia.

Ajang Pertukaran Gagasan

Konferensi ini tidak hanya menjadi wadah presentasi akademik, tetapi juga ruang produktif untuk berbagi pengalaman praktik tata kelola yang berhasil maupun kegagalan yang pernah terjadi. Harapannya, setiap pengalaman dapat menjadi pelajaran berharga bagi penguatan demokrasi Indonesia.

Acara ditutup dengan refleksi dari Prof. Frank Dhont dan Dr. Muhamad Iksan yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara dalam memperkuat demokrasi. Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menegaskan komitmen kampus untuk terus mendukung forum-forum akademik semacam ini.

“Diskusi yang berlangsung selama dua hari ini menunjukkan bahwa dunia akademik memiliki peran penting dalam memperkuat fondasi demokrasi dan tata kelola yang baik di Indonesia. Paramadina berkomitmen untuk terus menjadi bagian dari upaya besar ini,” ujarnya.

Kesuksesan penyelenggaraan IIF ke-18 menegaskan konsistensi forum akademik internasional ini dalam melahirkan gagasan segar demi terciptanya tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan demokrasi yang lebih kokoh di Indonesia. (mad/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |