Jakarta (pilar.id) – CEO Meta, Mark Zuckerberg, tengah membangun barisan elit ilmuwan kecerdasan buatan (AI) terkemuka dunia melalui strategi perekrutan agresif, gaji fantastis, dan fasilitas komputasi tanpa batas.
Ambisinya jelas: membawa Meta memasuki era superintelligence, yaitu pengembangan sistem AI yang lebih cerdas dari manusia.
Dalam beberapa pekan terakhir, Meta mengguncang industri teknologi dengan melakukan investasi besar-besaran, termasuk menggelontorkan USD 14 miliar untuk mengakuisisi saham di startup Scale AI.
Zuckerberg bahkan langsung menunjuk Alexandr Wang, pendiri Scale AI yang baru berusia 28 tahun, sebagai Chief AI Officer Meta. Ia bekerja berdampingan dengan Nat Friedman, mantan CEO GitHub, dan sederet talenta top lainnya.
Namun yang paling mengejutkan adalah keterlibatan Shengjia Zhao, salah satu pencipta utama ChatGPT, GPT-4, serta model GPT mini dan GPT-4.1 di OpenAI. Zhao diumumkan secara resmi sebagai Kepala Ilmuwan di organisasi baru Meta bernama Meta Superintelligence Labs.
Dalam sebuah memo internal bulan Juni lalu, Zhao disebut sebagai salah satu rekrutan baru. Namun, Zuckerberg baru mengungkap bahwa Zhao sejak awal turut mendirikan laboratorium AI tersebut dan telah memimpin riset sejak hari pertama.
“Shengjia telah memelopori beberapa terobosan termasuk paradigma penskalaan baru dan membedakan dirinya sebagai pemimpin di bidangnya. Saya menantikan untuk bekerja sama erat dengannya untuk memajukan visi ilmiahnya,” tulis Zuckerberg melalui akun resminya.
Perekrutan Bergengsi dan Gaji Fantastis
Meta memang tengah bersaing ketat dengan OpenAI, Google, Microsoft, dan Amazon dalam perburuan talenta AI. Zuckerberg bahkan disebut membaca langsung makalah penelitian akademik untuk menemukan kandidat idealnya.
Sebagai iming-iming, Meta menawarkan gaji hingga USD 100 juta (sekitar Rp1,6 triliun), bahkan dalam kasus langka disebut bisa mencapai USD 300 juta. Namun, bukan hanya uang yang ditawarkan.
Fasilitas akses tanpa batas ke GPU dan infrastruktur komputasi AI skala besar menjadi senjata utama Meta dalam menarik peneliti. Di tengah kelangkaan chip AI, tawaran ini menjadi daya tarik luar biasa.
Tidak Semua Tergiur
Meski tawaran menggiurkan, sejumlah peneliti ternama dari OpenAI menolak bergabung. Alasan mereka beragam—mulai dari mempertanyakan arah dan misi Meta, hingga keraguan terhadap dampak nyata pekerjaan mereka di perusahaan media sosial tersebut.
Namun, dengan miliaran dolar anggaran, infrastruktur kelas dunia, dan keterlibatan langsung dari Zuckerberg, perekrutan Meta sulit diabaikan. Meta Superintelligence Labs kini menjadi rumah bagi sejumlah otak AI paling cemerlang di dunia.
Laboratorium ini ditugaskan membangun berbagai model AI generatif, multimodal, dan sistem AI masa depan yang dirancang untuk menyaingi atau bahkan melampaui teknologi dari OpenAI dan Google.
Zuckerberg mengisyaratkan bahwa Meta siap menginvestasikan ratusan miliar dolar dalam infrastruktur komputasi AI selama beberapa tahun ke depan. Visi jangka panjangnya tak main-main: menciptakan AI supercerdas yang mampu merevolusi teknologi dan kehidupan manusia. (hdl)