Goethe-Institut dan Jurnal Perempuan Peringati 50 Tahun Wafatnya Hannah Arendt Lewat Layar Sinema

1 month ago 27

Jakarta (pilar.id) – Dalam rangka memperingati 50 tahun wafatnya filsuf politik kenamaan asal Jerman, Hannah Arendt (1906–1975), Goethe-Institut Indonesien bekerja sama dengan Yayasan Jurnal Perempuan menyelenggarakan pemutaran film Hannah Arendt (2012) karya Margarethe von Trotta.

Acara ini dilanjutkan dengan diskusi bertema “Membaca Arendt Lewat Layar: Politik Harapan di Tengah Banalitas” yang digelar di GoetheHaus Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025.

Program ini merupakan bagian dari rangkaian acara yang berlangsung sejak Mei hingga Desember 2025, menandai setengah abad sejak kepergian Arendt. Kegiatan ini tidak hanya memperingati warisan pemikiran sang filsuf, tetapi juga memperdalam diskusi mengenai relevansi pandangannya terhadap dunia politik dan kemanusiaan masa kini.

Sinema sebagai Medium Filosofis

Film Hannah Arendt, yang dibintangi oleh Barbara Sukowa, berfokus pada fase penting dalam kehidupan sang filsuf, terutama keterlibatannya dalam peliputan pengadilan Adolf Eichmann tahun 1961 yang kemudian melahirkan karya kontroversial Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil.

Melalui film ini, Arendt ditampilkan sebagai sosok pemikir kritis yang berani mengusik nalar publik tentang kejahatan, tanggung jawab moral, dan kapasitas manusia untuk berpikir serta menilai.

Program ini menyoroti bagaimana sinema bisa menjadi medium filosofis—mewadahi perenungan eksistensial dan etika publik. Arendt dikenal dengan konsep “natality”, yaitu kemampuan manusia untuk memulai yang baru. Dalam konteks film ini, natality dipahami sebagai harapan politis dan etis yang tetap mungkin muncul meski setelah tragedi besar atau trauma kolektif.

Diskusi Politik Harapan dan Estetika Film

Diskusi dipandu oleh Ikhaputri Widiantini, Ketua Program Studi S-1 Ilmu Filsafat Universitas Indonesia, dan dimoderatori oleh Nada Salsabila dari Jurnal Perempuan. Keduanya membedah lebih dalam pemikiran Arendt serta memposisikan film sebagai bentuk praksis etis yang dapat membuka ruang empati dan aksi kolektif.

“Melalui bingkai pengalaman visual sebagai tindakan politis, diskusi ini mengedepankan tawaran Arendt atas upaya untuk keluar dari tindakan apatis,” ujar Ikhaputri.

“Sinema menjadi arena etis yang memungkinkan subjek kolektif saling bertemu. Dari pertemuan inilah muncul harapan atas transformasi politis dalam kehidupan bersama.”

Rangkaian Peringatan dan Kolaborasi Lintas Lembaga

Acara ini merupakan bagian dari kolaborasi lebih luas yang melibatkan berbagai institusi, seperti Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, C2O Library & Collabtive Surabaya, serta berbagai akademisi, seniman, dan aktivis dari dalam dan luar negeri. Acara serupa sebelumnya telah digelar secara daring dan di Surabaya, menjadikan penyelenggaraan di GoetheHaus Jakarta sebagai yang pertama di ibu kota.

Sepanjang tahun ini, rangkaian kegiatan akan terus berlangsung dengan berbagai pendekatan multidisipliner untuk membahas warisan pemikiran Arendt dalam bidang filsafat, budaya, dan politik kontemporer.

Acara ini gratis dan terbuka untuk umum, dengan registrasi yang dapat dilakukan melalui situs www.goers.co/arendt18juli. Goethe-Institut dan Yayasan Jurnal Perempuan berharap publik dapat turut serta dalam refleksi kritis atas dunia hari ini melalui sinema dan diskusi filosofis. (hen/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |