Washington DC (pilar.id) – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu perhatian global usai mengumumkan bahwa ia telah memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir Amerika Serikat ke wilayah yang sangat dekat dengan Rusia. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggapan terhadap pernyataan bernada ancaman dari mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev.
Dalam wawancara eksklusif dengan saluran konservatif Newsmax pada Jumat (2/8), Trump mengonfirmasi keberadaan dua kapal selam tersebut. “Ya, mereka berada dekat Rusia,” ujarnya tanpa merinci lokasi pasti atau jenis kapal yang digunakan.
Sebelumnya, Trump menyatakan bahwa pengerahan tersebut merupakan bentuk peringatan atas pernyataan Medvedev yang dianggapnya berbahaya. “Dia berbicara soal nuklir. Dan ketika Anda menyebut kata itu, saya langsung berpikir: ‘Kita harus waspada.’ Ini ancaman terbesar,” katanya.
Trump menambahkan bahwa Medvedev “suka berbicara kurang ajar” dan bahwa pengiriman kapal selam adalah bentuk kesiapsiagaan, bukan provokasi. “Saya hanya ingin memastikan bahwa kata-katanya hanyalah kata-kata dan tidak lebih dari itu,” jelasnya.
Medvedev: Ultimatum Trump Langkah Menuju Perang
Pernyataan keras Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menjadi pemicu ketegangan. Pada awal pekan ini, melalui unggahan di platform X (dulu Twitter), Medvedev memperingatkan bahwa tekanan dan ancaman Trump terhadap Rusia dapat memicu konflik yang lebih luas.
“50 hari atau 10… Dia harus ingat 2 hal: 1. Rusia bukan Israel atau bahkan Iran. 2. Setiap ultimatum baru adalah ancaman dan langkah menuju perang. Bukan antara Rusia dan Ukraina, tetapi dengan negaranya sendiri. Jangan ikuti Joe Biden!” tulis Medvedev.
Unggahan itu merespons komentar Trump sebelumnya, yang mengultimatum Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu “sekitar 10 atau 12 hari,” jika tidak ingin menghadapi sanksi dan tarif sekunder dari AS.
Trump Kembali Tegaskan Kritik terhadap Biden
Dalam wawancaranya, Trump kembali menegaskan keyakinannya bahwa perang Rusia-Ukraina tidak akan terjadi jika dirinya masih menjabat sebagai presiden.
“Itu adalah perang yang mengerikan dan harus diakhiri. Tapi jika saya presiden, perang itu tidak akan pernah terjadi,” kata Trump, mengkritik pendekatan Presiden Joe Biden yang dinilainya terlalu lunak terhadap Moskow.
Eskalasi Ancaman dan Risiko Konflik Langsung
Langkah Trump menuai reaksi beragam dari pengamat keamanan internasional. Pengiriman kapal selam nuklir, meski tidak disertai peluncuran atau serangan, menjadi sinyal militer yang sangat kuat. Dalam strategi militer modern, kapal selam bertenaga nuklir kerap digunakan sebagai elemen pencegah (deterrent), terutama dalam konteks konflik berskala tinggi.
Meningkatnya retorika perang dari kedua belah pihak—baik dari Medvedev maupun Trump—menimbulkan kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik langsung antara Amerika Serikat dan Rusia di luar perang Ukraina. (hdl)