Pementasan Tari Body Migration – I Do(n’t) Want, Refleksi dan Gerak Pencarian Arti Rumah

3 weeks ago 25

Jakarta (pilar.id) – Goethe-Institut Indonesien akan menghadirkan pementasan tari kontemporer bertajuk Body Migration – I Do(n’t) Want), karya koreografer Siska Aprisia dan komposer Jay Afrisando, pada Minggu, 27 Juli 2025 di GoetheHaus Jakarta.

Karya ini menggali isu migrasi melalui tubuh sebagai medium utama, menghadirkan refleksi mendalam atas pergerakan, pencarian makna rumah, dan realitas sosial migran.

Karya ini pertama kali dikembangkan dalam program residensi REFLEKT di TanzFaktur, Köln, Jerman, pada tahun 2024. REFLEKT adalah program inisiatif Goethe-Institut Asia Tenggara yang bertujuan membangun ruang kolaboratif lintas budaya, mendorong perenungan kritis dan praktik artistik lintas batas sejak 2023.

“Body Migration – I Do(n’t) Want membawa pulang hasil pengamatan yang lahir dari dialog lintas budaya selama masa residensi. Ini bukan hanya soal tubuh yang berpindah, tapi juga suara kenangan yang terlempar dan hasrat untuk kembali,” jelas Dr. Ingo Schöningh, Kepala Regional Program Budaya Goethe-Institut Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru.

Tubuh sebagai Medium Migrasi dan Memori

Pertunjukan ini tidak sekadar menampilkan koreografi, melainkan menghadirkan tubuh sebagai arsip migrasi: bagaimana tubuh mencatat ketercerabutan, memaknai batas, dan menghidupkan ulang narasi-narasi yang luput dikisahkan. Melalui perpaduan gerak dan bunyi, penonton diajak menyelami proses migrasi sebagai pengalaman kompleks dan intim.

Siska Aprisia mengembangkan karya ini dari pengamatannya selama berada di Köln, termasuk interaksinya dengan tunawisma, pekerja migran, hingga sesama diaspora. Ia mencatat, banyak di antara mereka yang membawa motif migrasi seperti ekonomi, pendidikan, atau pencarian kebahagiaan—namun tidak semua menemukan rumah yang mereka cari.

“Saya menyadari bahwa ‘migrasi’ dan ‘rumah’ adalah dua hal yang tak terpisahkan. Setiap orang yang bermigrasi sedang berusaha mengartikan kembali arti rumah,” ujar Siska Aprisia.

Keseharian Siska di Köln yang penuh rasa asing, keterbatasan berkomunikasi dengan sesama diaspora Indonesia, hingga pengalamannya naik trem setiap hari, menjadi inspirasi tubuhnya dalam berkarya. Ia memosisikan tubuhnya sendiri sebagai lanskap memori dan perlawanan, mencatat dinamika sosial, rasisme, dan pencarian identitas di tanah asing.

Kolaborasi Artistik dan Bincang-Bincang Inspiratif

Karya ini menjadi bukti kolaborasi multidisipliner antara Siska dan Jay Afrisando, komposer yang menciptakan lanskap bunyi pendukung pertunjukan. Pementasan juga akan diikuti dengan sesi bincang-bincang pasca-pertunjukan bersama para seniman.

Diskusi akan dipantik oleh Esha Tegar Putra, sastrawan asal Minangkabau, dan dimoderatori oleh Kennya Rinonce dari Komite Tari, Dewan Kesenian Jakarta. Sesi ini menjadi ruang reflektif yang mengajak penonton memperdalam pemahaman terhadap tema migrasi, identitas, dan rumah dari perspektif seni.

Pementasan Gratis, Terbuka untuk Umum

“Body Migration – I Do(n’t) Want” akan dipentaskan secara gratis di GoetheHaus Jakarta pada Minggu, 27 Juli 2025 pukul 18.00 WIB. Masyarakat yang ingin menyaksikan pertunjukan dapat melakukan registrasi melalui laman resmi: www.goers.co/reflektsiska.

Melalui pementasan ini, Goethe-Institut dan para seniman berharap masyarakat dapat melihat migrasi bukan hanya sebagai perpindahan fisik, tetapi juga sebagai perjalanan emosional dan kultural yang sarat makna.

Program REFLEKT adalah inisiatif residensi dari Goethe-Institut Asia Tenggara yang memberi ruang bagi seniman untuk mengeksplorasi tema lintas batas melalui residensi tiga bulan di Jerman. Program ini telah menghasilkan berbagai karya kolaboratif yang menjembatani pengalaman lokal dan global dalam praktik seni kontemporer. (hen/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |