Polisi paparkan peran pelaku pemerasan dengan modus panggilan video

5 days ago 12

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menyebutkan peran para pelaku pemerasan berinisial I (27) dan MD (25) dalam melancarkan aksi kepada korbannya dengan modus panggilan video.

"Pertama MD (25) berperan membuat akun di Bigo bernama Fariosa untuk digunakan ke calon korbannya untuk melakukan Video Live Streaming dengan tujuan untuk mencari calon korban agar mau di ajak VCS (Video Call Sex)," kata Kasubdit 4 Ditressiber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon saat konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Polisi tangkap pelaku pemerasan dengan modus panggilan video

Herman juga menyebut MD membuat akun Telegram dan WhatsApp untuk digunakan VCS dengan korban.

"MD juga merekam korban pada saat korban melakukan VCS dengan menggunakan dua ponsel yang sudah disiapkan untuk merekam," katanya.

Tak hanya itu, MD juga yang melakukan pengancaman dan pemerasan terhadap korban dan juga menyiapkan rekening penampung.

"Kemudian, kakak pelaku berinisial I (27) yang masih DPO berperan melakukan chat melalui pesan WhatsApp ke nomor kantor tempat kerja korban yang telah diprofiling oleh yang bersangkutan," ucapnya.

Tersangka I juga menerima uang dari hasil melakukan pemerasan dan pengancaman ke beberapa korban.

"Para pelaku sudah melakukan kejahatan sejak awal 2024 dan banyak korban lainnya. Dari hasil kejahatannya, pelaku telah mendapatkan keuntungan ratusan juta rupiah," ucapnya.

Baca juga: Korban sindikat pemerasan layanan video seks capai ratusan

Baca juga: Empat pelaku pemerasan dengan modus kencan "online" di Jakut ditangkap

Tersangka MD ditangkap pada Jumat (25/5) sekitar pukul 17.00 WIB di Jalan Jenderal A. Yani, RT/RW 039/008 Kelurahan Sembilan Sepuluh Ulu Kecamatan Jakabaring, Kota Palembang, Sumatera Selatan.

Para tersangka dikenakan Pasal 45 ayat (10) Jo Pasal 27B ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar," kata Herman.

Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Syaiful Hakim
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |