Kyiv (pilar.id) – Rusia kembali meningkatkan intensitas serangan udara dengan meluncurkan lebih dari 620 unit drone dan rudal jarak jauh ke berbagai wilayah Ukraina pada Sabtu (13/7) dini hari waktu setempat. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut serangan itu sebagai salah satu yang terbesar sejak invasi dimulai, dan mendesak diberlakukannya sanksi internasional yang lebih keras terhadap Moskow.
“Rusia meluncurkan 26 rudal jelajah dan 597 drone serang, lebih dari separuhnya adalah drone buatan Iran tipe Shahed,” kata Zelensky dalam pernyataan resminya.
Menurut Angkatan Udara Ukraina, sebanyak 319 drone Shahed dan 25 rudal berhasil ditembak jatuh, namun sejumlah rudal dan sekitar 20 drone berhasil menembus pertahanan dan menghantam lima lokasi berbeda.
Korban Jiwa Menyebar di Barat dan Timur Ukraina
Serangan ini menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai puluhan lainnya di berbagai wilayah yang sebagian besar jauh dari garis depan perang.
- Di Chernivtsi, Ukraina barat, dua orang tewas dan 20 luka-luka akibat serangan drone.
- Di Lviv, enam warga sipil dilaporkan luka-luka.
- Di bagian timur, dua orang tewas di wilayah Dnipropetrovsk dan tiga lainnya luka di Kharkiv.
Sementara di Sumy, dua warga sipil tewas setelah Rusia menjatuhkan bom berpemandu ke rumah penduduk, menurut kantor kejaksaan setempat.
Target Infrastruktur Sipil dan Militer
Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim telah menargetkan fasilitas militer dan industri pertahanan Ukraina di Lviv, Kharkiv, dan Lutsk, termasuk sebuah pangkalan udara militer.
Namun, serangan juga menyasar infrastruktur sipil. “Empat belas bangunan tempat tinggal rusak atau hancur,” ujar otoritas Ukraina, menggarisbawahi bahwa serangan ini tak hanya menyasar target militer.
Zelensky Desak Aksi Nyata dan Sanksi Sekunder
Presiden Zelensky menegaskan bahwa kecepatan dan skala serangan udara Rusia menuntut tindakan cepat dari negara-negara Barat, bukan hanya pernyataan dukungan.
“Serangan ini bisa dihentikan sekarang juga lewat sanksi… Terutama terhadap pihak-pihak yang membantu Rusia memproduksi drone dan meraup untung dari ekspor minyaknya,” tegasnya.
Ia juga menyerukan investasi pada sistem pertahanan udara dan drone pencegat, yang menurutnya telah menunjukkan efektivitas dalam menghadang serangan.
Perundingan Damai Mandek, Trump dan Putin Buntu
Upaya diplomasi internasional masih belum membuahkan hasil. Presiden AS Donald Trump dilaporkan menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis, namun mengaku tidak ada kemajuan dalam pembicaraan damai.
Di sisi lain, Kremlin menyatakan akan terus terlibat dalam negosiasi namun tetap berpegang pada “tujuan perang” mereka, termasuk permintaan agar Ukraina menghentikan upaya bergabung dengan NATO.
Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengonfirmasi bahwa kesepakatan ekspor gandum dan pupuk dengan Rusia tidak akan diperpanjang setelah 22 Juli 2025, meningkatkan kekhawatiran atas kelangkaan pangan global.
Rusia, sebagai eksportir pupuk terbesar dunia, merasa bahwa kesepakatan tersebut gagal melindungi mereka dari dampak sanksi sekunder.
Serangan besar-besaran Rusia dengan ratusan drone dan rudal menunjukkan eskalasi terbaru dalam konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun. Ukraina kembali menjadi korban serangan yang menghancurkan infrastruktur sipil, sementara harapan akan perdamaian masih jauh dari kenyataan. Dunia internasional kini dituntut untuk bertindak lebih dari sekadar memberi sinyal. (mad/hdl)