Jakarta (pilar.id) – Setelah tiga adaptasi live-action yang gagal memenuhi ekspektasi, Marvel Studios akhirnya berhasil menemukan formula yang tepat untuk menghidupkan kembali The Fantastic Four lewat film terbarunya, The Fantastic Four: First Steps.
Disutradarai oleh Matt Shakman, film ini menawarkan pendekatan retro-futuristik dengan sentuhan emosional yang segar dan tidak membebani penonton dengan alur semesta sinematik yang rumit.
Sejak versi murah produksi Roger Corman yang tidak pernah resmi dirilis, dua adaptasi Fox pada awal 2000-an, hingga reboot suram tahun 2015, Fantastic Four selalu kesulitan menemukan identitasnya di layar lebar. Kini, First Steps hadir dengan narasi yang lebih matang dan penokohan yang kuat, menjadikannya versi paling menjanjikan sejauh ini.
Film ini melewatkan kisah asal-usul yang biasa ditemukan di film superhero dan langsung memperkenalkan tim yang sudah terkenal: Reed Richards (Pedro Pascal), Sue Storm (Vanessa Kirby), Johnny Storm (Joseph Quinn), dan Ben Grimm (Ebon Moss-Bachrach). Berlatar tahun 1960-an, film dibuka dengan adegan seperti dalam acara variety show ala Ed Sullivan, memberi nuansa klasik yang unik.
Galactus, Ancaman Terbesar Marvel
Alur cerita difokuskan pada ancaman dari Galactus, makhluk planet raksasa yang mengancam akan menghancurkan Bumi. Kehadiran Shalla-Bal (Julia Garner), versi gender-swap dari Silver Surfer, sebagai pembawa pesan Galactus menjadi langkah berani yang menambah dinamika cerita. Hubungannya yang penuh tensi dengan Johnny Storm memberi kedalaman emosional yang menarik di tengah ketegangan.
Meski penggemar sudah tahu bahwa Dr. Doom akan hadir di film mendatang, duet Galactus dan Shalla-Bal terasa jauh dari pilihan kedua — bahkan bisa dibilang melebihi kekuatan ancaman seperti Thanos.
Salah satu kekuatan utama film ini adalah pendekatannya terhadap dinamika keluarga superhero. Sue Storm yang tengah hamil memberi lapisan emosional baru, mengangkat pertanyaan tentang dampak paparan sinar kosmik terhadap anak dalam kandungannya. Inspirasi dari The Incredibles terasa kuat, dengan fokus pada kehidupan domestik para pahlawan super — dari konflik internal hingga cinta yang terhalang oleh kekuatan fisik seperti yang dialami Ben Grimm.
Visual film juga sangat memukau, dari detail arsitektur Baxter Building yang futuristik, hingga efek CGI yang menghidupkan sosok The Thing tanpa terlihat kaku. Michael Giacchino kembali menjadi komposer dan memberikan nuansa musikal yang memikat.
Masa Depan Cerah untuk Marvel Phase Six
Film ini sekaligus membuka fase keenam Marvel Cinematic Universe, dengan arah yang lebih ringan dan mudah diikuti tanpa perlu menonton seluruh seri dan film sebelumnya. Kembalinya tokoh-tokoh seperti Deadpool, Wolverine, dan X-Men di bawah payung Disney membuka peluang besar untuk kolaborasi antar karakter dalam semesta yang lebih terintegrasi.
Dengan nuansa ringan, desain visual cerah ala The Jetsons, dan alur cerita yang tidak memaksa penonton untuk menjadi ahli Marvel, First Steps terasa seperti angin segar di tengah kejenuhan terhadap film superhero.
Kesimpulan
The Fantastic Four: First Steps bukan hanya reboot, tapi juga sebuah pernyataan bahwa Marvel siap memperbaiki kesalahan masa lalu dan membangun kembali kepercayaan penontonnya. Film ini menggabungkan nostalgia, drama keluarga, dan skala ancaman global dalam satu paket yang menghibur — menjadikannya titik awal yang kuat untuk langkah besar berikutnya di dunia sinematik Marvel. (ret/hdl)