Jatuhnya Rezim Assad dan Dampaknya bagi Timur Tengah, Ini Pendapat Dosen HI Unair

2 weeks ago 28

Surabaya (pilar.id) – Pemerintahan Bashar Al-Assad resmi runtuh pada Minggu (8/12/2024), menandai babak baru dalam dinamika politik Suriah dan kawasan Timur Tengah.

Kejatuhan rezim yang telah memerintah lebih dari satu dekade ini memicu reaksi internasional, termasuk serangan dari Israel ke wilayah Suriah.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR), Fadhila Inas Pratiwi, S.Hub.Int., M.A., menyoroti bahwa kekuasaan Bashar Al-Assad dipenuhi kontroversi sejak awal konflik pada 2011.

“Rezim Assad sangat kontroversial. Ia mengandalkan kekuatan militer dan aliansi strategis dengan Rusia dan Iran untuk mempertahankan kekuasaan, meskipun mendapat penentangan keras dari rakyatnya,” ungkap Fadhila.

Selama masa pemerintahannya, Assad dikritik internasional atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penggunaan senjata kimia, yang menyebabkan lebih dari 620 ribu korban jiwa.

Suriah Pasca Assad: Tantangan Baru

Runtuhnya rezim Assad membuka lembaran baru yang penuh ketidakpastian bagi Suriah. Konflik antara Palestina dan Israel menambah kerumitan situasi di Timur Tengah.

“Jatuhnya Assad lebih berdampak pada dinamika internal Suriah. Pertanyaannya adalah, sistem pemerintahan apa yang akan diterapkan dan kelompok mana yang akan memimpin,” jelas Fadhila.

Menurutnya, rakyat Suriah kini memiliki harapan baru, meski tantangan besar tetap ada. Rezim Assad selama ini dikenal dengan berbagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap warganya.

Reaksi Israel terhadap Kekosongan Kekuasaan

Kekosongan kekuasaan di Suriah memicu kekhawatiran keamanan bagi Israel. Serangan Israel ke Suriah bertujuan untuk mengantisipasi potensi ancaman dari kelompok pro-Iran yang memanfaatkan situasi tersebut.

“Israel fokus pada langkah-langkah keamanan nasional untuk mencegah pengaruh Iran di Suriah,” ujar Fadhila.

Selain itu, Fadhila menambahkan bahwa situasi ini memberikan kesempatan bagi Israel untuk memperkuat klaimnya atas Dataran Tinggi Golan, wilayah strategis yang masih menjadi sengketa.

“Israel menggunakan momentum ini untuk memperluas pengaruhnya di Dataran Tinggi Golan, yang selama ini menjadi wilayah milik Suriah,” katanya.

Dampak pada Keamanan Regional

Serangan Israel dan kekosongan kekuasaan di Suriah meningkatkan risiko munculnya kelompok ekstremis baru.

“Ketidakstabilan ini membuka ruang bagi kelompok yang sebelumnya terdesak untuk kembali memperkuat posisi mereka,” ungkap Fadhila, alumnus University of Birmingham.

Keterlibatan komunitas internasional sangat diperlukan untuk mencegah Suriah jatuh ke dalam konflik berkepanjangan.

“Bantuan internasional harus difokuskan pada transisi pemerintahan yang stabil dan pencegahan dominasi kelompok militan,” tambahnya.

Runtuhnya rezim Bashar Al-Assad menandai fase baru dalam sejarah Suriah yang penuh tantangan. Tidak hanya memengaruhi politik domestik, tetapi juga membawa dampak besar pada stabilitas kawasan Timur Tengah.

Langkah strategis dari komunitas internasional menjadi kunci untuk mencegah konflik lebih lanjut dan memastikan masa depan Suriah yang lebih baik. (hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |