Jakarta (ANTARA) - Kasus perdagangan orang dengan modus “pengantin pesanan” atau mail order bride kini semakin marak terjadi, menjadi salah satu fenomena yang sangat mengkhawatirkan.
Di balik janji manis tentang kehidupan baru yang lebih baik, serta pernikahan dengan warga negara asing yang tampak menggoda, banyak perempuan Indonesia yang justru terjebak dalam situasi yang jauh dari kebahagiaan. Lebih tragisnya lagi, banyak dari mereka yang terjebak menjadi korban eksploitasi dan tidak dapat kembali ke Indonesia.
Bagaimana modus ini bekerja?
Biasanya, korban dijanjikan kehidupan sejahtera di luar negeri lewat jalur pernikahan. Pernikahan ini diatur oleh keluarga atau calo setempat yang menghubungkan korban dengan pria asing. Setelah itu, upacara pernikahan dilakukan di Indonesia, dan korban dibawa ke luar negeri dengan berbagai dokumen, yang terkadang dipalsukan. Di sanalah eksploitasi dimulai.
Jenis eksploitasi di balik pernikahan pesanan
Ada dua bentuk TPPO lewat pernikahan pesanan:
1. Perkawinan sebagai jalan penipuan
Korban diajak menikah lalu dibawa ke wilayah asing. Sesampainya di sana, mereka dipaksa masuk ke dunia prostitusi atau pekerjaan ilegal lain.
2. Perkawinan yang menjebak ke perbudakan
Korban dipaksa tinggal di rumah suami, bekerja tanpa henti, mengurus rumah tangga dengan beban berlebihan tanpa upah, bahkan tanpa kebebasan berkomunikasi dengan keluarga.
Kasus-kasus yang terungkap menunjukkan betapa mengerikannya situasi ini. Banyak perempuan:
- Dinikahkan dengan pria yang jauh lebih tua
- Tidak sesuai dengan yang dijanjikan sebelumnya
- Menikah dengan pria yang mengalami gangguan mental atau fisik parah
- Tidak dinikahkan secara sah, hanya dijadikan perempuan simpanan
- Dipaksa menjadi pelayan atau bekerja di pabrik tanpa upah
- Bahkan dipaksa masuk prostitusi
Kasus yang terstruktur, terencana dan mengancam keselamatan
Kasus ini juga sering melibatkan anak di bawah umur dan pemalsuan dokumen. Setibanya di luar negeri, kewarganegaraan korban bisa saja diubah tanpa sepengetahuan mereka, membuat proses kembali ke Indonesia jadi semakin sulit.
Dalam praktiknya, eksploitasi dilakukan tidak hanya secara seksual dan ekonomi, tapi korban juga bisa dipaksa untuk merekrut orang lain dengan iming-iming hadiah. Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan sudah berjalan secara terstruktur, masif, dan terorganisasi.
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO tegas menyatakan, siapa pun yang membawa WNI untuk dieksploitasi di luar wilayah Indonesia dapat dihukum. Termasuk eksploitasi lewat pernikahan dengan warga negara asing.
Jika Anda atau orang terdekat mengalami situasi mencurigakan atau menjadi korban pengantin pesanan, segera laporkan ke BP2MI, Kemenlu, kepolisian, atau pihak berwenang lain. Karena satu laporan bisa menyelamatkan banyak korban dari lingkaran kekerasan yang sama.
Baca juga: Cara hindari modus TPPO berkedok kerja di luar negeri
Baca juga: Marak kasus TPPO, waspadai modus dan trik pelaku dalam menjebak korban
Baca juga: Kejari Bireuen-Aceh tahan dua tersangka TPPO ke Laos
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025