IHSG Terus Anjlok, Ancaman Krisis Ekonomi dan Dampaknya bagi Stabilitas Global

2 weeks ago 29

Surabaya (pilar.id) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami penurunan dalam beberapa pekan terakhir. Kondisi ini menjadi sinyal tekanan di pasar modal Indonesia yang bisa berdampak lebih luas terhadap stabilitas ekonomi global, terutama di tengah ketidakpastian geopolitik dan perlambatan ekonomi dunia.

Dosen Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga, Citra Hennida SIP MA, memberikan pandangan terkait tren negatif ini. Ia menilai penurunan peringkat saham Indonesia oleh lembaga keuangan global seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs mencerminkan memburuknya kondisi ekonomi nasional.

“Ini adalah sinyal kuat bahwa pasar menilai Indonesia tidak lagi menjadi tempat investasi yang menarik. Terlebih lagi, tekanan dari eksternal seperti perang dagang antara Amerika Serikat dengan China (20 persen) serta Meksiko dan Kanada (25 persen) telah menurunkan harga komoditas ekspor seperti sawit dan batu bara,” jelas Citra.

China sebagai pasar utama Indonesia mengurangi produksinya akibat sanksi dari Amerika Serikat, sehingga permintaan terhadap komoditas Indonesia pun ikut menurun.

Di sisi domestik, Citra menyebutkan sejumlah faktor turut memperburuk situasi, antara lain defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), rendahnya realisasi penerimaan pajak, ketidakpastian pemberantasan korupsi, serta isu mundurnya sejumlah pejabat ekonomi.

“Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan komunikasi publik yang lemah memicu aksi jual besar-besaran oleh investor asing. Capital flight ini menyebabkan IHSG menjadi satu-satunya indeks di kawasan yang mengalami penurunan tajam,” ujarnya.

Lebih lanjut, Citra mengingatkan bahwa jika situasi ini tidak segera diatasi, Indonesia berisiko mengalami krisis ekonomi yang serius. Pasar saham sebagai sumber pendanaan perusahaan dapat runtuh jika tidak ada pembeli. Hal ini bisa menyebabkan kebangkrutan massal dan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam skala besar.

“Pemerintah sebenarnya bisa melakukan buyback saham, tetapi kendala anggaran membuat opsi ini sulit dilakukan. Solusi ekstrem seperti mencetak uang baru justru sangat berbahaya karena bisa memicu inflasi tinggi dan memperparah kondisi krisis,” tambahnya.

Menurut Citra, kombinasi antara PHK massal dan lonjakan inflasi bisa menimbulkan kerusuhan sosial politik. Ia menyebut situasi ini mirip dengan krisis keuangan Asia tahun 1997, yang memicu lonjakan kejahatan non-tradisional dan menurunkan rasa aman masyarakat.

“Jika tidak cepat diatasi, hal ini akan berdampak terhadap postur diplomasi Indonesia di mata dunia. Negara lain akan menilai Indonesia sebagai negara yang tidak stabil secara ekonomi maupun sosial,” jelasnya.

Namun, Citra tetap meyakini bahwa krisis bisa dihindari dengan langkah strategis dan konkret. Pemerintah harus segera memulihkan kepercayaan pasar melalui jaminan kepastian hukum, konsistensi kebijakan, pemberantasan korupsi, perlindungan jurnalis, dan perbaikan komunikasi politik.

“Apalagi, jatuh tempo utang luar negeri Indonesia semakin dekat. Tanpa penanganan cepat dan terarah, situasi ekonomi bisa semakin memburuk,” tutupnya. (ret/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |