Pentingnya Engendering Representasi Perempuan dalam Politik untuk Kesetaraan Gender

1 week ago 17

Surabaya (pilar.id) – Representasi perempuan dalam politik masih menghadapi tantangan besar akibat dominasi maskulinitas hegemonik dan sistem patriarki yang menempatkan laki-laki pada posisi lebih unggul.

Hal ini menyebabkan isu kesetaraan gender sering terabaikan dalam proses pengambilan kebijakan.

Merespons kondisi tersebut, Guru Besar Bidang Ilmu Politik Gender dan Representasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Dwi Windyastuti Budi Hendrarti Dra MA, menegaskan pentingnya menumbuhkan kesadaran gender di institusi politik.

Pernyataan ini disampaikan dalam orasi pengukuhan Guru Besar UNAIR yang berjudul Engendering Representasi Politik: Tantangan Terhadap Maskulinitas dan Patriarki Politik.

“Patriarki politik tercermin dalam anggapan bahwa perempuan kurang kompeten memegang jabatan publik. Tantangan ini menciptakan dilema bagi perempuan, antara menjaga integritas atau mengikuti praktik politik yang maskulin,” jelas Prof Dwi.

Representasi Substantif vs Representasi Formalistik

Meski kuota gender dan regulasi pemilu telah diterapkan, representasi substantif perempuan dalam politik masih minim.

Representasi substantif mengacu pada kemampuan wakil perempuan untuk memperjuangkan kepentingan gender, bukan sekadar kehadiran fisik atau politics of number yang bersifat simbolik.

“Engendering representasi politik adalah langkah esensial untuk membangun sistem politik yang inklusif dan berkeadilan. Ini berarti upaya sengaja untuk mempromosikan keseimbangan gender dalam institusi dan proses pengambilan keputusan,” tegas Prof Dwi.

Manfaat Engendering Representasi Politik

Prof Dwi menjelaskan bahwa engendering representasi politik memiliki beberapa keuntungan strategis:

  • Mempromosikan Kesetaraan Gender: Memberikan keadilan bagi perempuan dan kelompok terpinggirkan yang secara historis kurang terwakili.
  • Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Kebijakan akan lebih mencerminkan kebutuhan dan pengalaman lebih dari 50 persen populasi perempuan.
  • Demokrasi yang Representatif: Sistem politik akan lebih mencerminkan demografi populasi yang dilayani.
  • Menantang Stereotipe Gender: Mengubah pandangan bahwa kepemimpinan adalah domain laki-laki.
  • Memenuhi Komitmen Global: Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-5 tentang kesetaraan gender.
  • Memperkuat Resolusi Konflik: Partisipasi perempuan dalam politik dan perdamaian menghasilkan kesepakatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Langkah ke Depan

Prof Dwi menekankan bahwa engendering representasi politik bukan hanya tentang meningkatkan jumlah perempuan di parlemen, tetapi juga memastikan mereka memiliki pengaruh nyata dalam proses pengambilan kebijakan.

Langkah ini penting untuk menciptakan sistem politik yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan semua kelompok masyarakat.

“Dengan mengatasi tantangan maskulinitas dan patriarki, kita dapat membangun demokrasi yang benar-benar inklusif dan berkeadilan,” pungkas Prof Dwi. (usm/hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |