Tarif Impor AS Naik 32 Persen, Dosen UNAIR: Ancam Ekonomi dan Daya Saing Produk Indonesia

2 weeks ago 29

Surabaya (pilar.id) – Kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor hingga 32 persen terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia, mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi. Dosen dan pakar ekonomi internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD, menyebut langkah tersebut berpotensi menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia.

Menurut Prof Rossanto, kebijakan tersebut muncul dari ketidakpuasan Amerika terhadap kondisi perdagangan global yang dinilai tidak adil. Produk-produk AS yang masuk ke berbagai negara dikenai tarif tinggi, sedangkan banyak negara justru mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS, termasuk Indonesia.

“Sebagai contoh, Indonesia tahun lalu mencatat surplus perdagangan sebesar 31 miliar Dollar AS, dan separuhnya berasal dari transaksi dengan Amerika. Ini dianggap tidak seimbang oleh AS, sehingga mereka mencoba membalik keadaan lewat kebijakan tarif ini,” jelas Prof Rossanto.

Dampak terhadap Ekonomi Indonesia

Penerapan tarif impor yang tinggi diperkirakan akan menyebabkan harga produk Indonesia di pasar AS melonjak. Hal ini berdampak langsung terhadap menurunnya daya saing produk Tanah Air dan berpotensi memicu defisit neraca perdagangan.

“Tanpa kebijakan strategis, surplus perdagangan akan menurun dan bahkan bisa berbalik menjadi defisit. Apalagi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 4,9 persen, maka penurunan GDP tak bisa dihindari. Amerika adalah salah satu pasar ekspor utama kita,” tambahnya.

Penurunan ekspor juga berisiko membuat sejumlah industri padat karya yang fokus pada pasar ekspor terpaksa menghentikan produksi. Akibatnya, tingkat pengangguran bisa meningkat dan investasi pada sektor ekspor pun ikut melambat.

“Jika tidak ditangani dengan baik, ini bisa menjadi pukulan ekonomi ganda. Terlebih saat ini rupiah melemah dan IHSG menurun, sementara inflasi global tinggi. Semua ini menjadi faktor pengurang minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,” kata Prof Rossanto.

Diplomasi Lunak sebagai Solusi

Menghadapi tantangan ini, Prof Rossanto menyarankan agar pemerintah Indonesia menempuh jalur diplomasi lunak. Amerika Serikat, katanya, tetap merupakan mitra dagang strategis yang tak bisa diabaikan begitu saja.

“Amerika penting bagi kita, baik sebagai tujuan ekspor maupun sumber impor di berbagai sektor seperti jasa, keuangan, dan komoditas seperti kedelai. Oleh karena itu, kita perlu membuka dialog dan mencari solusi win-win,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan negosiasi tarif timbal balik, agar Indonesia tetap mempertahankan pasar ekspornya di AS, khususnya untuk industri yang padat karya.

“Jangan sampai pasar yang sudah kita kuasai di Amerika hilang begitu saja. Kita bisa tawarkan penurunan tarif juga dari sisi kita untuk beberapa produk Amerika, agar tercipta titik temu,” pungkasnya. (ted)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |