100 Hari Pemerintahan Prabowo, Didik J. Rachbini: Capaian Ekonomi di Bawah Potensi Maksimal

1 week ago 22

Jakarta (pilar.id) – Dalam rangka mengevaluasi 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo, Universitas Paramadina dan Institut untuk Pembangunan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) menggelar diskusi bertajuk Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo di Bidang Ekonomi.

Diskusi yang dilakukan secara daring ini menyoroti berbagai capaian ekonomi serta tantangan yang dihadapi pemerintah dalam merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.

Prof. Didik J. Rachbini mengawali diskusi dengan menekankan pentingnya sektor ekonomi dalam visi dan misi Astacita Presiden Prabowo. Namun, ia menilai capaian ekonomi Indonesia masih belum maksimal.

Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029 dinilai sulit tercapai tanpa reformasi besar di sektor industri.

“Selama satu dekade terakhir, pertumbuhan sektor industri hanya 3-4 persen, jauh tertinggal dari Vietnam yang mencapai 9-10 persen. Ekspor Indonesia pun stagnan di sekitar 250 miliar Dollar AS, sementara Vietnam mampu mencatatkan 405 miliar Dollar AS,” ungkap Didik.

Ia juga menyoroti lemahnya daya saing investasi di Indonesia yang menyebabkan banyak investor asing beralih ke Vietnam. Reformasi birokrasi menjadi salah satu langkah mendesak untuk menarik lebih banyak investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Digitalisasi Ekonomi dan Tantangan Daya Beli

Eisha M. Rachbini, Ph.D., menggarisbawahi pentingnya sektor ekonomi digital sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.

“Digitalisasi berpotensi meningkatkan kontribusi terhadap PDB dari 3,7 persen pada 2024 menjadi 7,1 persen pada 2025. Namun, perlambatan transaksi e-commerce menunjukkan adanya tantangan daya beli masyarakat yang perlu segera diatasi,” ujarnya.

Ia menambahkan, digitalisasi sektor keuangan melalui fintech dapat membantu UKM dan masyarakat marginal untuk mendapatkan akses modal. Kebijakan yang mendukung perkembangan teknologi finansial diyakini mampu mendorong pertumbuhan sektor riil.

Minim Kebijakan Konkret di 100 Hari Awal

Menurut Yose Rizal Damuri, Ph.D., pemerintahan Prabowo masih minim kebijakan konkret selama 100 hari pertama. Ia menyoroti absennya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menjadi panduan kebijakan pemerintah.

“Kejelasan arah kebijakan sangat dinantikan, terutama oleh pelaku usaha. Tantangan utama masih berkutat pada regulasi yang tidak konsisten, birokrasi yang lambat, dan stagnasi ekonomi dalam satu dekade terakhir,” jelas Yose.

Diskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo di Bidang EkonomiDiskusi Evaluasi Kritis 100 Hari Pemerintahan Prabowo di Bidang Ekonomi

Ia juga menyinggung kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6 persen sebagai kebijakan penting. Namun, pelaksanaannya masih berisiko dipolitisasi, yang dapat memengaruhi efektivitas kebijakan tersebut.

Beban Fiskal dan Tantangan Keuangan Negara

Wijayanto Samirin, MPP., memberikan analisis mendalam tentang kondisi fiskal Indonesia yang menghadapi tantangan berat.

“Pada 2025-2026, Indonesia menghadapi beban utang jatuh tempo sebesar Rp 1.600 triliun, sementara penerimaan negara terus menurun dan pengeluaran meningkat. Ini adalah momen kritis bagi pemerintah untuk memperkuat penerimaan negara dan meningkatkan efisiensi anggaran,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya menciptakan iklim investasi yang kondusif. Ketidakpastian regulasi terkait devisa hasil ekspor (DHE) dan sumber daya alam (SDA) perlu segera diperbaiki agar mampu menciptakan sumber pendanaan fiskal yang berkelanjutan.

Para narasumber sepakat bahwa visi Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029 layak diapresiasi. Namun, implementasi kebijakan yang strategis dan berbasis data menjadi kunci keberhasilan.

“Sukses bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Pemerintah harus fokus pada reformasi kebijakan yang berorientasi hasil dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat,” tutup Wijayanto. (hdl)

Read Entire Article
Bansos | Investasi | Papua | Pillar |