Jakarta (pilar.id) – Paramadina Graduate School of Diplomacy bersama Paramadina Public Policy Institute, Bait Al Amanah, dan Forum Sinologi Indonesia mengadakan seminar bertajuk Dancing With The Dragon? Indonesia and Malaysia Policies Towards China di Trinity Tower Lt.45, Kampus Kuningan Universitas Paramadina.
Dalam seminar ini, Prof. Cheng-Chwee Kuik dari Universiti Kebangsaan Malaysia membahas strategi Malaysia dalam menghadapi rivalitas kekuatan besar seperti China dan Amerika Serikat.
Menurut Prof. Kuik, Malaysia, sebagai negara kecil, menekankan pentingnya strategi equi-distance atau keseimbangan hubungan untuk menjaga kepentingan nasional.
Tiongkok, sebagai mitra dagang terbesar Malaysia, menjadi fokus utama kebijakan luar negerinya.
Program seperti Belt and Road Initiative (BRI) disebut memainkan peran signifikan dalam meningkatkan kerja sama ekonomi bilateral.
“Pertumbuhan ekonomi Tiongkok memberikan peluang besar bagi Malaysia,” ungkap Prof. Kuik.
Meski demikian, Malaysia tetap berupaya diversifikasi ekonomi dengan memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat, Jepang, dan mitra internasional lainnya.
Prof. Kuik juga menyoroti peran Jepang yang kini terlibat dalam stabilitas keamanan kawasan melalui kerja sama pertahanan.
“Pendekatan fleksibel dan strategis menjadi kunci bagi Malaysia untuk tetap relevan di tengah dinamika global,” tutupnya.
Indonesia: Diplomasi Berbasis Prinsip
Ahmad Khoirul Umam, Ph.D, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, membahas pentingnya kebijakan luar negeri berbasis prinsip dalam menjaga kepentingan nasional Indonesia. Ia menekankan strategi ‘equal distance’ sebagai pendekatan utama diplomasi Indonesia.
“Indonesia harus menyeimbangkan hubungan dengan kekuatan besar seperti China dan Amerika Serikat untuk melindungi stabilitas dan otonomi nasional,” jelas Umam.
Pendekatan ini memungkinkan Indonesia memainkan peran sebagai mediator dan kekuatan penyeimbang di kawasan.
Umam juga memaparkan strategi hedging yang diterapkan Indonesia, yaitu kombinasi pragmatis antara prioritas domestik dan dinamika eksternal untuk menjaga kepentingan strategis jangka panjang.
Dalam forum multilateral seperti ASEAN Summit dan G20, Indonesia terus mendukung tata kelola berbasis aturan dan komitmen terhadap hukum laut internasional (UNCLOS).
“Paramadina Public Policy Institute siap menjadi pusat kajian yang mendukung pengembangan kebijakan luar negeri Indonesia,” tambahnya.
Baik Indonesia maupun Malaysia menghadapi tantangan geopolitik global dengan strategi yang berbeda namun tetap berorientasi pada stabilitas kawasan.
Keseimbangan hubungan internasional dan pendekatan berbasis prinsip menjadi kunci utama keberhasilan kebijakan luar negeri kedua negara di tengah rivalitas kekuatan besar. (hdl)