Samarinda (pilar.id) – Di balik seragamnya sebagai anggota kepolisian di Polsek Samarinda Ulu, Bripka Joko Hadi Aprianto memiliki sisi kemanusiaan yang luar biasa. Selama bertahun-tahun, ia mendedikasikan waktunya untuk menjadi penggali kubur gratis bagi warga kurang mampu di Samarinda, Kalimantan Timur.
Dedikasi Bripka Joko tidak luput dari perhatian masyarakat. Seorang warga Samarinda Kota, Hendy Saputra, mengusulkannya sebagai kandidat Hoegeng Awards 2025 karena pengabdiannya yang luar biasa. Hendy sendiri mengenal Bripka Joko saat menjadi pemandu rombongan umrah yang diikuti oleh sang polisi pada tahun lalu.
“Pak Joko itu polisi, tapi orang lebih mengenalnya sebagai penggali kubur dan relawan. Beliau sangat peduli dengan masyarakat, terutama yang kurang mampu,” kata Hendy, Senin (10/2/2025).
Selain dikenal sebagai sosok yang ringan tangan, Bripka Joko juga memiliki kepribadian yang ramah dan mudah bergaul. Saat umrah, tanpa ragu ia membantu membimbing jemaah lainnya meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai pemandu umrah.
24 Tahun Mengabdi sebagai Penggali Kubur
Kisah Bripka Joko sebagai penggali kubur dimulai sejak ia masih duduk di bangku SMP, jauh sebelum menjadi anggota Polri.
Ayahnya yang juga seorang polisi berpangkat tamtama memiliki tujuh anak, sehingga ia harus mencari tambahan penghasilan untuk membantu keluarganya.
“Dulu waktu SMP kelas 2, gaji polisi belum besar. Saya cari tambahan sendiri dengan menggali kubur. Waktu itu upahnya sekitar Rp 20.000 sampai Rp 35.000,” kenangnya.
Setelah menjadi polisi pada tahun 2005 dan kembali bertugas di Samarinda, kebiasaannya menggali kubur tetap berlanjut hingga sekarang. Bahkan, selama lima tahun terakhir, ia dipercaya menjadi ketua pengelola pemakaman di tempat tinggalnya.
Sebagai ketua, Bripka Joko bertanggung jawab mengelola lahan kuburan milik pemerintah serta menggaji tim penggali kubur. Tak hanya itu, ia juga mewakafkan tanah warisan keluarganya agar bisa digunakan sebagai tempat pemakaman warga setempat.
“Tanah wakaf ini warisan almarhum bapak. Daripada dibiarkan, lebih baik saya wakafkan untuk amal,” ujarnya.
Membantu Warga Meski Rogoh Kocek Pribadi
Bripka Joko tidak pernah meminta bayaran kepada warga yang kurang mampu. Jika ada yang memberi, ia hanya menerima sumbangan sukarela. Namun, karena tak tega melihat timnya bekerja tanpa upah, ia sering menggunakan uang pribadinya untuk menggaji mereka.
“Kalau warga tidak mampu, pasti saya gratiskan. Tapi tetap saya gaji tim penggali kubur pakai uang pribadi saya. Kalau yang mampu, biasanya ada yang kasih Rp 300.000 sampai Rp 1 juta,” jelasnya.
Meski sering merugi secara materi, Bripka Joko tetap ikhlas menjalani pekerjaannya. Baginya, menggali kubur bukan soal keuntungan duniawi, melainkan bekal untuk kehidupan setelah mati.
“Kalau dihitung duniawi, saya rugi setiap bulan. Tapi yang saya harapkan bukan kipas angin, melainkan surga,” katanya sambil tersenyum.
Tolak Sekolah Perwira, Pilih Tanah Wakaf untuk Warga
Atas dedikasinya, Bripka Joko telah beberapa kali mendapatkan penghargaan, bahkan ditawari kesempatan sekolah perwira secara gratis oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Namun, semua tawaran itu ia tolak.
“Saya 2014 dapat penghargaan, saya tolak. Tahun 2023 dapat penghargaan dari wali kota, saya juga tolak. Tahun 2024, Kapolri tawari sekolah perwira, saya tetap minta tanah wakaf untuk warga sekitar. Saya tidak butuh penghargaan pribadi, yang saya butuhkan lahan pemakaman bagi masyarakat,” tegasnya.
Bripka Joko berharap ke depannya ada pihak yang bersedia memberikan tanah wakaf agar warga setempat tidak kesulitan mencari tempat pemakaman.
“Kasihan warga di sini, lahan pemakaman semakin sempit. Kalau ada yang bisa bantu, semoga niat baik ini bisa terwujud,” pungkasnya. (hdl)