Seoul (beritajatim.com) – Pengadilan di Seoul memutuskan memperpanjang masa penahanan Presiden Korea Selatan yang telah dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, terkait upaya gagal memberlakukan darurat militer bulan lalu.
Keputusan ini diambil setelah kekhawatiran bahwa Yoon dapat menghilangkan bukti jika dibebaskan. Pada Minggu (14/1/2025), seorang hakim mengeluarkan surat perintah yang memungkinkan penyidik menahan presiden yang diskors tersebut hingga 20 hari.
Ditulis BBC, Yoon, 64 tahun, ditangkap setelah berminggu-minggu berhadapan dengan penyidik dan tim keamanan kepresidenannya.
Bentrokan di Pengadilan
Pendukung Yoon merangsek masuk ke gedung pengadilan setelah keputusan perpanjangan penahanan diumumkan.
Insiden ini memicu kerusakan, termasuk jendela dan pintu yang dihancurkan. Tindakan tersebut dikecam oleh Yoon dan Presiden Sementara Korea Selatan, Choi Sang-mok.
Choi menyampaikan penyesalan mendalam atas aksi kekerasan tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah ‘yang tidak dapat diterima dalam masyarakat demokratis’. Ia juga menegaskan akan meningkatkan pengamanan selama proses hukum berlangsung.
Tuduhan dan Proses Hukum
Surat perintah penahanan Yoon diterbitkan sekitar pukul 03.00 waktu setempat, Sabtu, pukul 18.00 GMT. Saat ini, Yoon sedang diselidiki oleh Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) atas dugaan pemberontakan terkait perintah darurat militer yang gagal pada 3 Desember. Perintah itu ternyata memicu krisis politik besar di Korea Selatan.
Sebelumnya, parlemen telah memakzulkan Yoon, tetapi status pemakzulan baru akan resmi jika Mahkamah Konstitusi menguatkannya.
Dengan surat perintah tersebut, penyidik memiliki waktu 20 hari untuk memproses kasus ini, termasuk empat hari yang telah dijalani Yoon dalam tahanan.
Pengacara Yoon, Yun Gap-geun, dalam keterangannya menyatakan bahwa kliennya tidak akan memenuhi panggilan penyidik CIO.
Respons Publik
Ribuan pendukung Yoon berkumpul di luar gedung pengadilan menjelang keputusan tersebut, bahkan sebagian dari mereka masuk ke gedung setelah perpanjangan penahanan diumumkan. Polisi menangkap puluhan orang akibat insiden ini.
Sementara itu, aksi protes terhadap Yoon terus berlanjut setelah keputusan darurat militer yang ia klaim sebagai upaya melawan ‘kekuatan anti-negara’ di parlemen.
Langkah ini menuai kritik luas, dianggap sebagai respons berlebihan terhadap ketidakstabilan politik setelah kekalahan besar partainya dalam pemilu legislatif pada April lalu.
Yoon juga menghadapi penurunan popularitas menyusul skandal yang melibatkan Ibu Negara, yang semakin memperburuk situasi politiknya.
Upaya Pengamanan Sebelumnya
Sebelum penangkapannya, ratusan pendukung Yoon berkumpul di luar kediaman presiden, berusaha menghalangi polisi yang hendak menahan Yoon. Insiden serupa terjadi pada 3 Januari 2025 lalu, ketika tim keamanan Yoon berhasil menggagalkan upaya penangkapan pertama.
Meski menghadapi tekanan besar, Yoon tetap meminta pendukungnya untuk menjaga perdamaian selama proses hukum berlangsung. (hdl)