Jakarta (pilar.id) – Industri aset kripto Indonesia memasuki era baru dengan peralihan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kebijakan ini mulai berlaku efektif pada 10 Januari 2025, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024, sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Chief Marketing Officer Tokocrypto, Wan Iqbal, menyambut positif langkah strategis ini. Ia menilai pengawasan oleh OJK merupakan pengakuan penting terhadap aset kripto sebagai instrumen keuangan yang signifikan dalam perekonomian digital.
“Alih pengawasan ini mencerminkan pengakuan atas aset kripto sebagai instrumen keuangan yang lebih kompleks. Dengan pengawasan OJK, kami optimis tercipta ekosistem yang lebih aman dan perlindungan konsumen yang lebih kuat,” ujar Iqbal.
Dari Komoditas ke Instrumen Keuangan
Peralihan ini membawa perubahan paradigma. Di bawah OJK, aset kripto dikategorikan sebagai instrumen keuangan, berbeda dengan sebelumnya di bawah Bappebti yang menggolongkannya sebagai komoditas.
Pendekatan baru ini membuka peluang pengembangan produk, pengelolaan risiko sistemik, hingga integrasi dengan sektor keuangan lainnya seperti perbankan dan pasar modal.
Menurut Iqbal, hal ini menjadi peluang besar bagi pelaku industri untuk berinovasi. “Pendekatan berbasis risiko oleh OJK serta pengembangan infrastruktur pengawasan akan memberikan kepercayaan lebih bagi konsumen dan pelaku pasar,” tambahnya.
Fokus Perlindungan Konsumen
Salah satu prioritas OJK adalah memastikan perlindungan konsumen. Dengan mandat jelas untuk sektor keuangan, OJK diharapkan dapat mengedepankan edukasi yang komprehensif dan langkah preventif terhadap potensi risiko aset kripto.
“Kami di Tokocrypto berkomitmen mendukung program edukasi dan literasi keuangan agar masyarakat memahami manfaat dan risiko dari aset kripto,” ujar Iqbal.
OJK telah memulai langkah visioner dengan mengadopsi teknologi mutakhir, seperti aplikasi SPRINT dan sistem pelaporan berbasis e-reporting. Hal ini diharapkan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan.
“OJK melakukan riset mendalam sebelum mengeluarkan regulasi dan melibatkan banyak pihak, termasuk menerima masukan dari publik. Ini langkah yang sangat baik untuk memastikan regulasi berbasis teknologi memberikan kepastian hukum yang lebih baik,” ungkap Iqbal.
Indonesia sebagai Pusat Inovasi Aset Digital
Dengan regulasi yang terintegrasi dan pendekatan pengawasan modern, Iqbal optimis Indonesia dapat menjadi salah satu pusat inovasi aset digital di kawasan Asia. Ia juga mengajak masyarakat mendukung proses transisi ini.
“Mari kita dukung dan kawal bersama agar ekosistem kripto menjadi lebih baik. Sinergi antara regulator, pelaku usaha, komunitas, dan masyarakat adalah kunci membangun ekosistem aset kripto yang sehat,” tutupnya. (hdl)